Alasan Ekonomi dan Selingkuh, Kasus Perceraian Kota Padangsidimpuan Tiap Tahun Meningkat

Sebarkan:
PADANGSIDIMPUAN - Kasus perceraian di Kota Padangsidimpuan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan paling besar adalah faktor ekonomi dan perselingkuhan.

Informasi yang dihimpun Metro Online dari Kantor Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan, bahwa kasus perceraian di kota ini mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Dari hasil data yang disampaikan, terhitung tahun 2018 kasus perceraian mencapai 281 yang masuk ke-Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan dan yang diputuskan berjumlah 242 kasus. Sedangkan di tahun 2019 terhitung dari bulan Januari sampai akhir November, kasus penceraian di Kota itu naik menjadi 284 kasus dan yang diputuskan baru 228 kasus.

Maka jika dilihat perbandingan antara kasus penceraian di tahun 2018 dengan 2019 naik 3 sekitar 0,3%.

Panitera Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan H Zainul Arifin SH kepada Metro Online mengatakan, kasus perceraian di Kota Padangsidimpuan memang benar mengalami kenaikan setiap tahunnya.

"kasus perceraian setiap tahun selalu mengalami kenaikan, data yang kita terima dari Januari sampai akhir November 2019 sudah terlihat ada penambahan," jelas Zainul kepada diruang kerjanya, Senin (2/12/2019).

Ia juga menyebutkan, bahwa kasus perceraian ini banyak disebabkan karena pertama alasan ekonomi dan kedua alasan adanya perselingkuhan diantara suami maupun istri.

Selain itu, kasus perceraian juga ada yang disebabkan karena faktor kekerasan dalam rumahtangga ataupun disebabkan karena penyalahgunaan narkoba dan faktor lainnya.

Usia berapakah paling muda dan yang paling tua terlibat kasus perceraian tersebut? Yang paling muda berusia 20 tahun dan yang tua berusia 65 tahun dan yang paling banyak menggugat cerai adalah dari pihak istri.

Kemudian berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan, dari enam kecamatan yang ada, warga yang paling banyak mengajukan kasus perceraian adalah berasal dari kecamatan Padangsidimpuan Selatan.

Zainal menyebutkan, bahwa faktor ekonomi paling dominan menjadi penyebab istri menggugat cerai suami. Selain itu, karena konflik rumah tangga.

Dia menghimbau, dalam mengurangi kasus perceraian ini agar tidak terjadi, sangat diperlukan peran penasihat perkawinan harus lebih optimal, dan fungsi mediasi orangtua maupun lembaga lokal seperti lembaga adat dan tokoh agama perlu dilibatkan.

"Jadi, untuk menekankan angka penceraian tentunya sangat perlu penguatan pendidikan dalam keluarga, apalagi pasangan yang baru melaksanakan ikatan pernikahan," ujar Zainal.

Ia juga mengatakan, didalam pernikahan atau kehidupan rumah tangga pasti pernah mengalami pertengkaran atau perselisihan, hal ini tidak harus secepatnya pasangan sumi istri harus melakukan gugat cerai, bukankah sebelum menikah kita sudah mengetahui watak pasangan kita masing, maka perlu intropeksi diri masing-masing dan saling memperbaiki diri.

"Saya berpesan agar siapa saja pasangan suami-istri yang ingin atau punya niat mau bercerai, harus dipikirkan matang-matang dulu, karena perceraian ini yang paling berdampak korbannya adalah anak-anak dan tentunya keluarga. Kasihankan jika gara-gara mementingkan egois kita, anak-anak yang menjadi korban," pungkasnya. (Syahrul)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini