Ombudsman Cium Keganjilan Dalam Penanganan Kasus Pelecehan Anak di Polres Sergei

Sebarkan:



Lubuk Pakam : Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menyebutkan pihaknya mencurigai ada keganjilan dalam penanganan kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh ayah kandung korban sendiri yang ditangani Polres Serdang Bedagai (Sergai). Pasalnya, meski sudah 10 bulan, tapi kasus itu belum juga sampai ke proses persidangan. Sementara tersangka JN (33) juga tak pernah ditahan.

“Ini yang membuat kita curiga. Layanannya kok cenderung berlarut-larut? 10 bulan belum sampai ke persidangan? Kasihan orang susah yang mencari keadilan,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, Selasa (29/10/2019) dalam keterangan persnya.

Karena proses yang berlarut-larut itulah, sehingga kami tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut melakukan investigasi ke Polres Sergai. “Ya benar. Tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut sudah turun ke Polres Sergai 17 Oktober 2019 kemarin Di sana, tim kita menggali berbagai keterangan,” jelas Abyadi yang didampingi asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumut Dedy Irsan.

Dari keterangan yang dihimpun itulah, sehingga Ombudsman RI Perwakilan Sumut menduga ada keganjilan dalam proses penanganan kasus tersebut. Sebuat misalnya, tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka JN. Padahal, kata Abyadi, ini adalah kasus pencabulan anak di bawah umur.

Korbannya, lanjut Abyadi adalah anak di bawah usia 4 tahun. Sedang tersangka adalah ayah kandung korban dijerat pasal 82 ayat (1 dan 2) UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlidungan Anak dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar. “Tapi, kenapa tidak ditahan?” tanya Abyadi.

Kasat Reskrim Polres Sergai AKP Hendro Sutarno menjelaskan, tersangka cenderung depresi. Sehingga kondisi tersangka dikhawatirkan bila dilakukan penahanan.

" Kalau proses penanganan kami memang melaksanakan nya dengan detail namun kejaksaan yang mengembalikan berkas kami , tapi kami terus berupaya melengkapi "ujar Hendro

Namun, Abyadi menyarankan harus ada kejelasan soal ini. “Seharusnya segera diperiksa kesehatan tersangka ke dokter. Bila dokter menyimpulkan memang ada depresi atau ada gangguan kejiwaan, ya langkah apa yang dilakukan kepada orang seperti ini? Tapi kalau ternyata tersangka sehat, ya kenapa tidak ditahan?," kata Abyadi.

Berkas Perkara pencabulan yang ditangani Polres Serdang Bedagai ini “Mondar-mandir” saja .
Memang, bila dilihat dari tahapan penanganannya, lanjut Abyadi Siregar, penyidik Polres Sergai sepertinya sudah bekerja cepat. Sayangnya, pihak kejaksaan yang diduga cenderung tidak memberi petunjuk yang jelas. Indikasi ini tergambar dari berkas perkara kasus ini yang enam kali “mondar-mandir” dari Polres Sergai ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sei Rampah.

Setelah menerima laporan kasus ini pada Januari 2019, yang disampaikan langsung oleh ibu dan nenek korban HP (30) dan PM (53), Polres Sergai sudah berhasil mengirimkan berkas perkara kasus ini ke Kejari Sei Rampah pada 28 Februari 2019. Tapi, pada 5 Maret 2019, jaksa mengembalikan berkas perkara itu dengan beberapa petunjuk.

Setelah memperbaiki sesuai petunjuk jaksa, penyidik Polres Sergai kembali mengirimkan berkas perkara tersebut ke jaksa pada 28 April 2019. Untuk kedua kalinya, jaksa kembali mengembalikan berkas perkara tersebut pada 2 Mei 2019 dengan petunjuk yang berbeda dengan yang pertama.

Selanjutnya, setelah dilakukan perbaikan ketiga sesuai petunjuk jaksa, penyidik Polres Sergai kembali mengirimkan berkas perkara tersebut pada 27 Mei 2019. Tapi, kembali jaksa mengembalikannya pada 14 Juni 2019 dengan petunjuk yang berbeda dari sebelumnya.

Belum cukup sampai di situ. Setelah melakukan perbaikan sesuai petunjuk jaksa, penyidik Polres Sergai kembali mengirimkan berkas perkara tersebut pada 5 Juli 2019. Dan, lagi-lagi jaksa mengembalikan berkas perkara tersebut pada 23 Juli 2019 dengan petunjuk yang berbeda dari sebelumnya.

Pada 30 Agustus 2019, penyidik kepolisian kembali mengirimkan berkas perkara tersebut setelah memperbaikinya sesuai petunjuk jaksa. Dan, lagi lagi jaksa mengembalikannya pada 13 September 2019. Tentu dengan petunjuk yang berbeda dari sebelumnya. Terakhir, penyidik kepolisian kembali mengirimkannya pada 8 Oktober 2019. Sejauh ini, penyidik masih menunggu apakah masih dikembalikan atau sudah lengkap (P21).

“Dari alur “lalu lintas” berkas berpara tersebut, tergambar ada keanehan. Sampai enam kali penyidik kepolisian mengirimkan berkas tapi belum juga P21. Dan, kenapa petunjuk jaksa tidak disampaikan sekaligus? Sampai enam kali memberi petunjuk yang berbeda beda,” jelas Abyadi.

Sehubungan dengan itu, Abyadi mengharap agar aparat penegak hukum memberi pelayanan hukum yang baik kepada masyarakat. Aparat hukum harus menunjukkan kinerjanya sebagai pelayan hukum yang berkeadilan. “Kasihan masyarakat di luar sana yang rindu dengan layanan hukum para penegak hukum yang berkeadilan,” kata Abyadi.

Untuk itu, Abyadi memohon agar Kapolres Sergai dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sergai memberi perhatian serius terhadap kasus ini. “Orang tua korban sudah berulangkali mempertanyakan penanganan kasus di Polres Sergai dan Kejari Sei Rampah ini. Haruskah masyarakat pencari keadilan menanti tanpa kepastian akibat pelayanan kita?,” tanya Abyadi Siregar.

Hasil Visum
Sesuai keterangan HP selaku pelapor saat menyampaikan laporan ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut Agustus 2019, ia mengadukan suaminya JN (33) karena diduga telah mencabuli putri mereka J yang masih berusia 4 tahun. Dari hasil pemeriksaan visum, diketahui pencabulan tersebut sudah berlangsung lama dan berulang kali.

Ia juga menyayangkan pihak kepolisian yang tidak menahan pelaku. Karena ia khawatir, perilaku pelaku bisa menimbulkan korban-korban lain. "Harusnya ia ditahan karena selain ancaman hukumannya di atas 5 tahun, perilaku menyimpang pelaku bisa mengancam anak-anak lain," katanya.( Wan)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini