Gubernur Sambut Pengungsi Wamena Asal Sumut

Sebarkan:
MEDAN - Sebanyak 36 warga Sumatera Utara (Sumut) yang menjadi korban bencana sosial di Wamena, Papua, tiba di Kota Medan, Rabu (9/10/2019).

Mereka disambut langsung oleh Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi dan dijamu makan, di Aula Raja Inal Siregar, Lantai 2, Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan.

"Yang hadir hari ini ada 14 (dari Surabaya) ditambah 22 orang (dari Jakarta), ada 36 orang. Yang belum kembali ada 264 orang. Mereka akan naik kapal. 10 hari akan sampai, kita terima di Belawan," ujar Edy menjawab wartawan.

Sementara, lanjut Edy, para pengungsi berjumlah 133 orang, memutuskan untuk tetap tinggal di Papua. Saat ini para warga asal Sumut itu, masih ditampung di sejumlah posko pengungsi di Jayapura. Menunggu kondisi memungkinkan untuk kembali lagi ke Wamena.

Sedangkan untuk warga Sumut yang sudah kembali, Edy ingin memastikan agar semuanya dilayani dengan baik, diurus segala keperluan kehidupannya.

Yang terpenting, katanya, adalah keberlanjutan anak sekolah serta mata pencahariannya. Bagi yang memungkinkan bisa dibantu, akan difasilitasi oleh pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota tujuan tinggal.

"Pertama prioritas itu anak sekolah. Kita siapkan pakaian, buku dan keperluan lainnya. Jadi jangan sampai putus (sekolah). Kita lihat masing-masing daerah bagaimana mereka memfasilitsi," sebutnya.

Sementara, upaya bantuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) ini didukung oleh DPRD Sumut. Langkah tersebut juga dinilai telah sesuai harapan pada anggota dewan, dimana Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting langsung merespon bahwa pembiayaan penanganan bencana sosial ini, ditampung di APBD Perubahan 2019.

“Luar biasa, ditanggapi langsung dan sangat positif. Sesuai harapan kita. Jadi kita mendukung Pemprov menangani masalah ini. Nanti kalau anggaran tidak ada, nanti kita minta di P-APBD (2019) itu dimasukkan untuk tanggulangi bencana,” kata Baskami.

Diterima di Kantor Gubernur, pengungsi Wamena yang pulang, Mardelina Manurung (40) mengaku senang telah diurus dengan baik untuk kepulangan mereka ke Sumut.

Dirinya pun berharap, pemerintah daerah bisa memberikan bantuan berupa pakaian dan keperluan sekolah. Mengingat saat akan berangkat ke Medan, mereka hanya membawa bekal seadanya.

"Saya pulang ke sini bersama anak (tiga orang) pak. Suami saya tinggal di Wamena, karena bertugas di Polres Wamena. Kalau boleh kami pindah ke Sumut,” pinta Mardelina kepada Gubsu.

Pengakuannya bahwa sebelum kerusuhan, mereka juga sudah menerima isu tentang akan ada demonstrasi besar terkait berbagai persoalan terkini. Karena dianggap hanya isu, mereka tidak terlalu memikirkan lagi. Namun pada 23 September 2019, kerusuhan justru terjadi saat kondisi tengah kondusif.

"Ya saat itu, sebagian ada yang kita tampung di rumah saya. Karena kami kan tinggal di Aspol (Asrama Polisi). Jadi yang datang ini, sebagian besar mengungsinya di rumah kami. Sekarang juga yang belum pulang, sebagian berada di rumah kami di Wamena,” jelas Boru Manurung, yang bertugas sebagai ASN di Puskesmas Wamena dan telah menetap 15 tahun di sana.

Selain Mardelina yang berasal dari Tiga Balata Simalungun, warga lainnya asal desa yang sama Diar Sahata Samosir (37) mengaku masih ingin kembali ke Wamena. Sebab hingga terakhir meninggalkan rumah sekaligus usahanya di sana, masih memungkinkan untuk kembali.

"Saya sempat juga kena lemparan batu. Waktu itu banyak anak SMA yang demo lewat dari depan kios kita. Ada juga sebagian yang dijarah. Tetapi kejadian pembakaran (mobil dan fasilitas lain) itu dibagian pusat kota," sebut Diar. (Ril)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini