Dinilai Menghambat Investasi, Proses Perizinan di Sumut Menuai Kritik

Sebarkan:
SUMUT | Kemudahan perizinan merupakan salah satu kunci utama untuk meningkatkan investasi. Semakin mudah proses pengurusan administrasi dan birokrasi, maka para investor akan semakin banyak yang berminat untuk berinvestasi. Untuk itu, penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ini perlu dimaksimalkan.

Hal ini disampaikan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi saat membuka Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah Penyelenggaraan PTSP Prima di Provinsi Sumut, di Four Points by Sheraton, Jalan Gatot Subroto Medan, Jumat (25/10).

“Saya pernah tonton video presiden yang mengatakan bahwa mendongkrak investasi merupakan salah satu prioritas untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Bila perlu, kata Presiden, dirinya akan revisi 74 undang-undang untuk memuluskan investasi. Nah, kita di daerah juga harus ikut dongkrak investasi,” kata Gubernur sesuai kutipan press rilis yang dikeluarkan situs resmi Pemprovsu http://humas.sumutprov.go.id.

Namun apa hendak dikata? Fakta di lapangan berbanding terbalik. Jangankan untuk calon investor baru, bagi yang memperpanjang izin saja pun Pemprovsu dan jajarannya terkesan mempersulit, sehingga mengancam iklim investasi di Sumut menjadi buruk. Hal ini sangat bertentangan dengan program dan kebijakan Presiden Jokowi.

“Apa yang dikatakan Gubernur Sumut dalam kegiatan Rakor terkait perizinan itu, justru berbeda dengan yang kita alami di lapangan. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, bersama Dinas ESDM, Dinas Pariwisata, justru menghambat perpanjangan izin klien kita. Ini sudah berseberangan dengan program dan kebijakan Presiden Jokowi,” kata Parulian Pandiangan SH.

Kata Parulian, permohonan yang mereka ajukan bukanlah meminta izin baru, melainkan memperpanjang izin yang sebelumnya sudah mereka kantongi. “Klien kita sudah kantongi izin dari Pemkab Langkat. Tapi karena sudah daluarsa dan perizinan tentang WIUP saat ini sudah dilimpahkan ke tingkat provinsi sesuai regulasi yang ada, sehingga kita mohonkan perpanjangannya ke DPMPPTSP Pemprovsu,” ujarnya.

Bukannya mendapatkan perpanjangan izin, kliennya malah dipersulit dengan berbagai alasan yang tidak tepat. DPMPPTSP Sumut menyatakan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provsu bersama Dinas Pariwisata sebagai tim teknis, tidak memberikan izin.

“Disebutkan dalam alasannya, Dinas Pariwisata dengan surat nomor 556/748-Sekr/2019 tanggal 27 Mei 2019 meminta untuk membatasi kegiatan pertambangan di kawasan wisata Bukit Lawang, Bahorok dengan tidak menerbitkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Ini sudah salah kaprah...! Memangnya lokasi klien kami berada di kawasan wisata? Dengan tegas kami katakan, tidak...! Itu kawasan pertambangan sesuai surat Rekomendasi RTRW dari Pemkab Langkat dengan nomor surat 540-778/PEM/2019 tertanggal 20 April 2019. Jadi ini ada apa?” ketusnya.

Bahkan, persoalan ini, kata dia, sudah dibawa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi D DPRD Sumut yang dipimpin Sutrisno Pangaribuan dan Jubel Tambunan pada tanggal 10 September 2019 lalu. Anehnya dalam pertemuan itu, pihak Dinas Pariwisata Sumut menyatakan, tidak mengetahui apakah lokasi yang dimintakan perpanjangan izin ini berada di kawasan wisata atau tidak.

Disinggung lagi kala RDP itu, jika memang Pemprovsu benar-benar serius mau meningkatkan wisata, harusnya tidak membiarkan truk-truk berlebihan tonase terus menerus melintas di daerah Bahorok sekitarnya.

“Ini yang kita bingungkan. Lokasi operasi usaha klien kita bukan di kawasan wisata. Jalan yang kita pakai juga sangat jauh dari kawasan wisata. Tapi kok dipersulit? Fakta di lapangan, truk galian c, truk kayu gelondongan, truk sawit dan karet yang berlebihan tonase malah dibiarkan terus melintas. Jadi, orientasinya Pemprovsu ini apa? Kita jadi berfikiran negatif,” sebutnya.

Sementara itu, baik Gubernur Sumut, mau pun pihak DPMPPTSP Provsu belum berhasil dikonfirmasi atas permasalahan ini. (bersambung)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini