Sosok Lili Pintauli Siregar, Pimpinan KPK Terpilih, Pernah Jadi Advocat Kaum Marjinal Hingga Wakil Ketua LPSK

Sebarkan:

Lili Pintauli Siregar
NASIONAL - Lili Pintauli Siregar, SH, MH Sempat jadi sorotan karena kekayaannya paling kecil di antara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terpilih.

Dilansir dari Kompas.com, calon pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar sempat mengklarifikasi jumlah kekayaan yang dipublikasikan, yakni sebesar Rp 70 juta.

Ia mengoreksi bahwa jumlah kekayaan yang ia miliki sebenarnya mencapai Rp 700 juta. Lili mengaku ada kesalahan dalam memasukkan data saat menyerahkan LHKPN ke KPK.

"Sebetulnya ini 700 juta. Jadi nolnya tambah satu. Kemarin sudah saya revisi, tidak terkoreksi dengan LHKPN di KPK," ujar Lili saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Jumlah kekayaan Lili sempat menjadi sorotan anggota Komisi III sebab jumlahnya paling kecil di antara calon pimpinan lainnya.

Diketahui, jumlah kekayaan yang paling besar dimiliki oleh Irjen (Pol) Firli Bahuri, yakni Rp 18,2 miliar.

Lili merupakan mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan berlatarbelakang advokat.

Soal harta kekayaannya yang terbilang kecil dibandingkan calon pimpinan KPK lainnya, ia mengatakan bahwa hampir seluruh kekayaannya itu didapatkan ketika menjadi advokat.

Meski demikian, kebanyakan kasus yang ia tangani melibatkan kelompok marjinal. Misalnya, kasus sengketa lahan antara korporasi dengan kelompok petani kecil. 

Lili juga tercatat sebagai advokat yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum dan Perhimpunan bantuan Hukum Indonesia (PBHI).

"Saya ini menjadi advokat untuk kaum marjinal. Selalu di basis membantu petani, nelayan yang terkait dengan kasus sengketa lahan," kata Lili.

"Saya advokat di LBH dan bergabung di PBHI. Saya konsen di pendampingan dan advokasi masyarakat marjinal," lanjut dia.

Lili Pintauli Siregar menjadi satu-satunya perempuan yang lolos jadi pimpinan KPK. 

Dalam uji publik dan wawancara, Lili berhasil menggunguli dua perempuan lainnya yakni Neneng Euis Fatimah dan Sri Handayani.

Neneng Euis Fatimah merupakan mantan Kepala Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang juga dosen. Sementara Sri Handayani merupakan seorang Polwan dengan pangkat bintang satu atau Brigjen.

Jelang tes calon pimpinan KPK, Polri melakukan mutasi pada Sri Handayani. Sri dimutasi dari posisi Wakapolda Kalimantan Barat menjadi Karo Watpers As Sdm Polri. ‎Sebagai gantinya, jabatan Wakapolda Kalbar diisi Brigjen Pol Imam Sugianto. 

Gagalnya Sri berarti tidak ada lagi penerus Basaria Panjaitan, pimpinan KPK yang dulu merupakan Polwan dengan jabatan terakhir bintang dua atau Irjen.

Eks pimpinan LPSK Lili Pantauli Siregar mengaku sedih karena selama 10 tahun ia bekerja di LPSK, hanya 13 justice collaborator yang dilindungi lembaga tersebut. Lili pernah menjadi Wakil Ketua LPSK periode 2013-2018.

"10 tahun saya di LPSK, hanya 13 justice collaborator. Sangat sedikit sekali, pertama karena tidak selalu KPK mendistribusikan hal-hal ini kepada LPSK. Jadi, kadang-kadang KPK melakukan perlindungan sendiri," kata Lili dalam tes wawancara dan uji publik capim KPK di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019) sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Ia aktif di LPSK selama 2008-2018. Menurut Lili, sejatinya LPSK bisa lebih maksimal dalam memberikan perlindungan kepada justice collaborator jika KPK mau mendistribukan data-datanya ke LPSK.

Baginya, KPK lebih baik mendistribusikan data terkait berapa banyak justice collaborator yang ingin mendapatkan pendampingan dan perlindungan oleh LPSK.

"Alangkah baiknya bisa dikoordinasikan oleh LPSK, kan ada peran kita juga untuk memberikan perlindungan," ucap Lili.

Ia mulanya menjawab pertanyaan anggota Panitia Seleksi Capim KPK, Harkristuti Harkrisnowo.

"Dari data riwayat hidup, Anda pernah menjadi pendamping terdakwa koruptor dalam konteks LPSK, bisa diceritakan?" tanya Tuti.

Lili pun menjawab, "Ya, itu karena dia statusnya sebagai justice collaborator." 

Lili merupakan Lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU)  dan lahir di Tanjung Pandan, Bangka Belitung pada 9 Februari 1966 dan berdarah Batak.

Pada 1991, Lili Pintauli Siregar menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Setelah lulus, Lili Pintauli Siregar bekerja di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan sebagai asisten pembela umum. 

Pekerjaannya adalah mendampingi kaum buruh tani dan nelayan di Kota Medan yang membutuhkan bantuan hukum. 

Selama memperjuangkan hak-hak dan keadilan untuk kaum tidak mampu, Lili Pintauli Siregar pernah dibayar dengan seikat kacang panjang, lima kilo tomat dan sepetak tanah tanpa surat kepemilikan. Namun semua itu tidak menjadi persoalan untuk Lili Pintauli Siregar.

Perjalanan Karir Lili juga pernah aktif di sejumlah lembaga bantuan hukum dan kantor pengacara di Sumatera Utara.

Pada 1994, Lili Pintauli Siregar bergabung dan menjadi pemimpin sejumlah bidang di Pusat Bantuan dan Penyanderaan Hukum Indonesia (PUSKABUMI) Medan.

Lalu pada 1999-2002, ia diangkat menjadi direktur. Selain menjadi pembela hukum, Lili juga memiliki pengalaman dalam hal monitoring dan evaluasi Proyek Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal (P3DT) Bappenas, di wilatah Tapanuli Utara, Dairi dan Sidikalang pada tahun 2000.

Kemudian pada tahun 2002-2004, Lili Pintauli Siregar aktif menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Medan.

Pada 2008, Lili mengikuti seleksi calon anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tanpa memberitahu suami dan keluarganya.

Saat itu, mereka masih tinggal di Medan hingga akhirnya Lili Pintauli Siregar terpilih menjadi perwakilan Sumatera Utara pertama yang mengharuskannya beserta keluarga pindah ke Jakarta.

Selama bergabung di LPSK, banyak kasus yang berhasil dibela oleh Lili. Namanya mulai terkenal saat mendampingi mantan Kepala Bareskrim Komjen Susno Duadji yang divonis 3,5 tahun terkait korupsi di Polri kala itu.

Kemudian kasus korupsi tender wisma atlet dalam proyek SEA Games di Jaka Baring, Palembang yang merupakan kasus besar pada tahun 2012.

Proyek SEA Games yang bernilai Rp 191,6 miliar ini melibatkan korupsi dari banyak pihak. (Komisi Pemberantasan Korupsi) KPK menetapkan empat orang tersangka yang bertanggungjawab dalam kasus itu.

Menjadi pembela untuk para saksi kejahatan bukanlah hal yang mudah untuk Lili Pintauli Siregar. Keselamatan bahkan keselamatan keluarga terancam karena teror dari pihak-pihak tertentu.

Lili kemudian diangkat menjadi wakil ketua merangkap anggota LPSK. Perjuangan Lili Pintauli Siregar saat menjadi wakil ketua adalah pengajuan revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

Lili mengungkapkan masih banyak pasal dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban yang kurang spesifik memberikan perlindungan, khususnya mengenai whistleblower dan justice collaborator. 

Dalam sesi uji publik dan wawancara calon pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar memaparkan misi dan visinya tentang pemberantasan korupsi.

Ia juga menyampaikan kelemahan-kelemahan KPK yang perlu diperbaiki. Lili bertekad memperbaiki nota kesepahaman antara KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait perlindungan saksi korupsi.

Menurutnya, kasus-kasus yang ditangani lembaga antirasuah kerap berpotensi mendapat ancaman bagi saksi, bahkan pegawai dan pimpinan KPK.

Tak lupa dengan lembaga tempatnya mengabdi, Lili Pintauli Siregar juga ingin memperbaiki hubungan LPSK dan KPK yang dianggap masih kaku. (Kom)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini