Paripurna Pengesahan P-APBD 2019 dan R-APBD 2020 Sumut Tidak Sah!

Sebarkan:
Sutrisno Pangaribuan

Medan - Akrobat politik DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) anti klimaks. Khusus APBD Perubahan (P-APBD) Tahun Anggaran 2019 dan R-APBD 2020 untuk kesekian kalinya dipaksa melanggar tata tertib.

Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menjelaskan, pada Rapat Paripurna 27 Agustus 2019 lalu, Ketua DPRD Sumut Wagirin Arman telah mengetuk palu keputusan dan menyerahkan penyelesaian P-APBD Tahun Anggaran 2019 ke Kemendagri.

Dikatakan Sutrisno, beberapa oknum anggota DPRD diduga sebagai "aktor intelektual" gerakan melanggar tata tertib, melakukan manuver. Salah satunya tindakan "over acting" anggota Badan Kehormatan Dewan (BKD) yang mencoba mengaitkan kehadiran Anggota DPRD di sidang paripurna dengan kode etik.

Oknum Anggota BKD DPRD Sumut itu "cari muka" dengan menyerahkan daftar kehadiran 31 Anggota DPRD kepada pimpinan.

Tindakan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan sidang paripurna. Sementara, kegiatan paripurna pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2019 jelas-jelas melanggar tata tertib.

“Tindakan tersebut merupakan pelanggaran kode etik, namun oknum anggota BKD tersebut sudah gelap mata, aksi akrobatik lebih penting daripada menegakkan tata tertib,” ujar Sutrisno, Selasa (10/9/2019).

Ia mengatakan, sikap ngotot dari oknum pimpinan dan anggota DPRD untuk melaksanakan sidang paripurna dengan menabrak aturan patut diduga berkaitan dengan "sesuatu". Ungkapan "tidak ada makan siang gratis" dalam politik diduga kuat terjadi dalam sidang paripurna "ilegal".

“Pernyataan demi "kepentingan rakyat" sebagai bentuk kebohongan publik. Selama 5 Tahun sidang paripurna DPRD Sumut, belum pernah ada perdebatan menyangkut rakyat. Perdebatan hanya seputar upaya mengakomodasi kepentingan orang per orang maupun kelompok,” ungkap Ketua Komisi D DPRD Sumut itu.

Sutrisno melanjutkan, jejak digital masih menyimpan perubahan sikap dari beberapa oknum anggota DPRD yang awalnya menolak, namun di akhir sangat bersikukuh melanjutkan paripurna meskipun melanggar tata tertib.

Perubahan itu tidak berdiri sendiri, Ia menduga ada "sesuatu" yang memengaruhi perubahan sikap tersebut. Ada oknum yang "garang" mengoreksi sikap Gubernur, namun menjadi penggonggong utama mendukung paripurna "ilegal".

“Tahun 2018 juga tidak ada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2018, karena arogansi sikap Gubernur. Namun mereka yang teriak "demi kepentingan rakyat" kemarin siang, bungkam, dan sama sekali tidak berani menyatakan sikap kepada Gubernur. Bahkan tidak ada kelompok masyarakat yang melakukan tekanan "aksi". Sikap inkonsisten "seirama" tersebut muncul ketika Ketua DPRD memutuskan menyerahkan penyelesaiannya kepada Kemendagri,” tuturnya.

Ada manuver oleh oknum anggota DPRD, ada pula "aksi" tekanan publik kepada Ketua DPRD. Kalau Gubernur yang menolak APBD Perubahan Tahun Anggaran 2018, boleh. Kalau DPRD yang menolak karena ingin menegakkan aturan, tidak boleh! Paripurna harus dijalankan meskipun melanggar tata tertib, bahkan hanya dihadiri 51 orang pun dimainkan. 

Sementara, syarat kuorum untuk pengambilan keputusan tentang Ranperda harus dihadiri sekurang- sekurangnya 2/3 dari 100 anggota DPRD. Syarat minimal kuorum adalah 67 orang hadir secara fisik, bukan 67 tanda tangan.

Maka sesuai dengan proses diatas, Sutrisno meminta Kemendagri menolak melakukan evaluasi terhadap Ranperda produk sidang paripurna "ilegal".

“Jika Kemendagri juga tetap melakukan evaluasi, maka Kemendagri pun menjadi bagian yang turut bertanggungjawab secara moral dan hukum atas pelanggaran tata tertib DPRD,” ucapnya.

Menurut Sutrisno, Fraksi PDIP DPRD Sumut sejak semula telah mengingatkan semua pihak untuk patuh dan taat terhadap tata tertib. Sehingga Fraksi PDI Perjuangan tidak ikut bertanggungjawab terhadap proses dan hasil paripurna yang tidak sah. 

“Jika kemudian ada persoalan hukum yang muncul akibat pelanggaran tersebut, Fraksi PDI Perjuangan tidak terlibat, namun bersedia memberikan bukti- bukti pelanggaran yang dilakukan secara sengaja,” pungkasnya.

Sebelumnya, pembacaan P-APBD 2019 dan R-APBD di Rapat Paripurna DPRD Sumut, Senin (9/9/2019) diwarnai aksi walk out oleh seluruh anggota Fraksi PDIP.

Dipimpin ketua Fraksi, Baskami Ginting, seluruh anggota Fraksi lainnya meninggalkan rapat paripurna pada pukul 17.22 WIB.

Diawali kericuhan antara anggota Fraksi PDIP dengan yang lainnya, akhirnya rapat paripurna DPRD Sumut tentang penetapan P-APBD Sumut 2019 bisa dilangsungkan.

Sesuai dengan tata tertib, dihadiri 67 anggota, atau sudah korum, karena mencapai dua pertiga dari jumlah 100 anggota. Dibuka pada pukul 16.59 WIB. 

Oleh pimpinan rapat paripurna, yakni Ketua DPRD sumut, Wagirin Arman, dinyatakan bahwa agenda rapat di antaranya terkait penetapan P-APBD Sumut 2019 dan Rancangan APBD Sumut 2020. 

Sontak setelah penjelasan tentang agenda tersebut, satu persatu anggota Fraksi PDIP meneriakkan protesnya. Sekretaris Fraksi, Sarma Hutajulu, mempertanyakan keabsahan pelaksanaan pembahasan P-APBD.

Sebab, Wagirin berangkat konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri Kamis dan Jumat pekan lalu (5-6/9/2019), disebutkan belum diagendakan paripurna tentang pembahasan P-APBD.

Fraksi PDIP berusaha ngotot agar paripurna pembahasan P-APBD dihentikan. Ditiadakan dan dilanjutkan dengan pembahasan rancangan APBD 2020.

"Kami merasa sudah ditipu, Fraksi kami meminta rapat pembahasan P-APBD dihentikan, tidak kuorum, yang hadir secara fisik cuma 51. Kesepakatan fraksi pembahasan P-APBD ke Kemendagri," kata Sutrisno Pangaribuan berteriak sambil berdiri.

Wagirin mengabaikan teriakan Fraksi PDIP. Paripurna pembahasan P-APBD 2019 dilanjutkan dengan pembacaan hasil kerja Badan Anggaran oleh juru bicara, Zeira Salim Ritonga. (Sdy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini