Pemilik Lahan 74 Hektar Dipenjara, Mafia Kembali Kuasai Barang Bukti Sitaan Kejagung

Sebarkan:

BELAWAN - Masih ingat kasus tindakan pidana korupsi (Tipikor) penguasaan lahan negara seluas 106 hektar di Pasar 4, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang yang ditangani Kejakasaan Agung (Kejagung). Kasus itu telah menjerat Tamin Sukardi menjalani hukuman 6 tahun penjara setelah divonis hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta di PN Medan.

Berdasarkan putusan itu, lahan eks PTPN II dengan jumlah 106 hektar dengan 2 objek masing - masing 74 hektar dan 32 hektar menjadi barang bukti sitaan Kejagung. Ternyata, lahan seluas 74 hektar yang kini berstatus milik negara kembali ingin dikuasai mafia tanah.

Ketua Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) Labuhandeli, Saiful Bahri, Minggu (7/7/19), mengatakan, sejak beberapa hari belakangan, ada sekelompok pekerja untuk melakukan pembersihan dan pemagaran di lahan seluas 74 hektar. Mereka adalah pekerja yanh diperintahkan oleh mafia tanah untuk lahan tersebut.

Pria akrab disapa Sefal ini menduga, para pekeja itu adalah orang suruhan Mujianto untuk menguasai lahan negara, padahal lahan itu masih bersatus pengusaan Kejagung.

"Yang saya lihat di lapangan, sejumlah alat berat dan pemagaran sudag mereka lakukan. Mereka merupakan pekerja sari PT ACR miliknya Mujianto. Aktivitas itu sempat terhenti karena polisi datang melakukan pengamanan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan," kata Sefal.

Ia sebagai aktivis petani tidak terima tanah negara tersebut kembali dirampok oleh mafia tanah, artinya kalau ada pihak yang membangun harus ada izin seperti IMB dan lainnya. Tapi, izin itu bisa keluar bila ada sertifikan alas hak tanah, tapi sampai saat ini tanah negara itu bukan milik perorangan. Jadi, tanah itu masih milik negara.

Lanjut Sefal, pengembang dari PT ACR ia dengar ada memberikan surat keputusan Mahkamah Agung untuk mengambil kembali lahan itu, artinya keputusan Mahkamah Agung itu bukan menerbitkan hak kepada Mujianto tetapi hanya sebatas menguatkan hak.

"Kita sebagai petani mengapresiasi kepada polisi yang menjaga keamanan agar tidak terjadi keributan, tapi yang jelas kita tidak ingin tanah negara ini kembali dikuasai mafia tanah," tegas Sefal.

Pria yang juga menjabat Sekjen Komite Tani Menggugat (KTM) Sumatera Utara kembali menegaskan, lahan seluas 74 hektar itu adalah sitaan Kejagung yang nantinya akan dikembalikan kepada Pemerintah Sumatera Utara, dengan demikian tidak ada dasar Mujianto memiliki lahan tersebut.

"Sesuai dengan SK 42 tanah itu diserahkan ke Gubernur Sumatera Utara. Jadi, kita tidak ingin tanah ini kembali dirambah mafia tanah, kita akan terus perjuangkan lahan itu agar tidak jatuh kepada tangan perampok lahan negara," tegas aktivis petani ini.

Terpisah, Camat Labuhandeli, Safee Sihombing dikonfirmasi melalui via telepon tidak mengetahui adanya proses pemagaran dan penguasaan di lahan seluas 74 hektar, sepengetahuannya status tanah itu masih ditangani Kejagung. "Yang jelas tidak ada pemberitahuan ke kita," katanya singkat. (mu-1). 
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini