GMKI Pertanyakan Kinerja Badan Pelaksana Otorita Danau Toba

Sebarkan:
SUMUT|Sudah 3 tahun sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) merilis Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba, namun rencana panjang tentang cita-cita pariwisata besar di sumatera utara ini terlihat sebagai isapan jempol semata.

Melihat hal ini Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Kordinator Wilayah Sumatera utara -NAD Gito M Pardede S, Agr kembali mengingatkan pemerintah terkhusus para pengurus badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) yang sudah dilantik jokowi untuk dapat serius dalam melakukan pembangunan pariwisata ini.

"Kita menunggu-nunggu kinerja dari Badan Pelaksana Otorita Danau Toba yang sudah punya perjanjian kerja sama investasi pengembangan Danau Toba, Sumatera Utara, senilai 400 juta dolar AS atau setara Rp 6,1 triliun namun semua rencana ini hanya terlihat sebagai rencana kerja mangkrak dan banyak masalah pelepasan lahan yang belum tuntas dan merugikan masyarakat, ini perlu diperhatikan secara serius," ungkap gito.

Hingga saat ini pembenahan kawasan Danau Toba baik di bidang infrastruktur maupun pengembangan potensi yang ada belum terlihat kemajuan selama setahun belakangan. Dan dengan setumpuk permasalahan pelepasan lahan yang menjadi konflik utama, sebagian lahan pengembangan Badan Pariwisata Otorita Danau Toba (BPODT) yang berada di Desa Motung masih sengketa, desa di ajibata dimana ada tuntutan masyarakat atas lahan milik mereka belum terealisasi.

"Sejauh ini BPODT hanya melakukan kerja kerja kecil yang tidak signifikan. Pelepasan lahan di sibisa tidak ada yang jelas. Kita hanya melihat promosi kecil-kecilan dengan membuat festival-festival tentu tidak cukup untuk membuat danau toba menarik sebagai pusat pariwisata, termasuk membangun the Caldera yang kita pikir bukan suatu bentuk awal pembangunan infrastruktur pariwisata yang kita inginkan dan ini makin terlihat pembangunan yang sia-sia," katanya.

Gito M Pardede
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia yang selama ini fokus memperhatikan masa depan danau toba terlebih sejak wacana The Monaco of Asia ini muncul. GMKI sering menghadirkan Dirut Arie Prasetyo dalam dialog dialog sebagai bentuk keseriusan GMKI mengkawal terkait pembangunan ini.

"GMKI mendesak kejelasan rencana-rencana BPODT kedepan. Dari awal kami meminta BPODT serius menangani pembangunan pariwisata danau toba karena ini adalah masalah ekosistem lingkungan yang besar, kemanusiaan dan warisan leluhur adat, aspek penting ini yang dari dulu kita suarakan dan sekarang terlihat bahwa rencana BPODT ini terkendala banyak hal dan kita tidak mau semua menjadi pemborosan anggaran atau kebijakan yang sia sia," ungkap Gito.

Sebagai pengelola kawasan, BOPDT harus memastikan melakukan pengembangan dengan pendekatan ekowisata (eco-tourism), yaitu pengembangan wisata dengan menjaga kelestarian lingkungan, pengembangan yang melibatkan pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar Danau Toba, serta pengembangan dengan menjaga kearifan lokal dan tradisi warisan budaya setempat.
 
"Membangun peradaban pariwisata di danau toba tanpa memikirkan aspek ekologis, kemanusiaan dan kearifan lokal hanya akan membuat kawasan danau toba menjadi objek wisata mati yang kehilangan jatidiri nya. Memikirkan pelepasan lahan saja sudah bingung. Apalagi menjaga keseimbangan ketiga aspek tersebut?? BPODT musti memutar kepala untuk melakukan kerja kerja yang jelas untuk danau toba. Jangan sampai BPODT hanya jadi badan yang membuang buang anggaran triliunan tanpa hasil yang jelas," tutupnya.(rel)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini