Sejak 2014, Jokowi Paling Sering Jadi Korban Hoaks

Sebarkan:
Joko Widodo
Joko Widodo

JAKARTA | Lembaga survei Politicawave merilis hasil survei terbaru yang menemukan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi korban hoaks politik mulai Pilpres 2014 hingga Pilpres 2019. Kesimpulan Politicawave itu didasari atas pemantauan di media sosial (medsos) selama periode 28 Januari sampai 4 Februari 2019 yang membincangkan Pasangan Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi.

Hasil pemantauan tersebut menyajikan fakta jika hoax di Pilpres 2014 dan 2019 grafiknya terus membanyak. Dan pasangan intensitas yang menyerang Jokowi-Ma'ruf lebih tinggi.

"Pada Pilpres 2014 pasangan Jokowi-JK mendapat serangan hoaks tujuh kali lebih besar daripada pasangan Prabowo-Hatta," ujar Founder Politicawave, Yose Rizal, saat memaparkan hasil survei soal "Capres Pilihan Netizen", di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (7/2).

Yose menambahkan, selama proses pilpres, Politicawave memantau 10 isu hoaks dengan jumlah percakapan terbesar, yaitu isu Ratna Sarumpaet, Utang Pemerintah, Kontainer Surat Suara, e-Toll dari utang Cina, e-KTP Palsu dari Cina, Jokowi dituduh PKI, Konsultan Asing, Ijazah SMA Jokowi palsu, 10 juta TKA Cina, dan Ma'ruf Amin diganti Ahok.

"Terlihat bahwa 10 isu hoaks terbesar ditujukan untuk menyerang Jokowi. Sejak Pilpres 2014 sampai 2019 terlihat bahwa Jokowi adalah korban hoaks politik," terang Yose.

Yose melanjutkan, berita hoaks soal Jokowi orang PKI sudah sejak lama gencar di media sosial dan menjelang Pilpres 2019 baru disanggah oleh Jokowi. "Seharusnya bantahan dilakukan secepatnya sebelum berita hoaks menyebar ke publik. Akibatnya, sekarang sulit diatasi," tutur Yose.

Menurutnya, pencegahan hoaks merupakan tugas bersama seluruh komponen rakyat Indonesia. Rakyat tidak boleh tertipu oleh isu hoaks dalam mengambil keputusan memilih pemimpinnya.
"Isu hoaks juga sangat berbahaya dan dapat memecah belah persatuan bangsa. Isu hoaks juga dapat mengganggu fokus pemerintahan terpilih dalam melaksanakan tugasnya," ulas Yose.

Dalam penelitian tersebut, Politicawave memperoleh sebanyak 1.899.881 total percakapan terkait kedua kandidat yang dilakukan oleh 267.059 akun selama periode penelitian 28 Januari hingga 4 Februari 2019. PoliticaWave melakukan pengumpulan data secara realtime dari berbagai media sosial yang ada di Indonesia, termasuk Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, forum daring, dan portal berita.

Sementara itu, Tim Gerakan Tangkal Fitnah (GTF) Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin menjelaskan penyebaran hoax terpola pada Pilpres 2019. Total ada 18 provinsi yang terpapar dan rawan hoax.

"Kita mendapatkan hoax atau disinformasi yang terpola, sistematis, yang dialamatkan untuk menjatuhkan Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf Amin," ujar anggota tim Gerakan Tangkal Fitnah, Hendrasmo, di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).

GTF menjelaskan provinsi yang terpapar hoax adalah Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Banten, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Maluku Utara. "Ini adalah provinsi yang sangat serius terpapar hoax," jelasnya.

Sedangkan lima provinsi rawan terpapar hoax adalah Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Hendrasmo berpendapat, penyebaran hoax dilakukan dengan pola penyebaran berulang-ulang. "Pertama isu PKI, anti-Islam, kriminalisasi ulama, TKA asing, China, utang luar negeri, pengangguran dan barang mahal, juga terkait penyelenggaraan pemilu," tukasnya.(red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini