Media Briefing di Medan, PLTA Batang Toru Diklaim Aman dan Ramah Lingkungan

Sebarkan:

Proyek PLTA Batang Toru
Proyek PLTA Batang Toru

MEDAN | Pembangunan pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru pasti diiringi dengan menjaga kelestarian alam sungai Batang Toru dan sekitarnya, sebagai sumber ketersediaan pasokan air yang sangat diperlukan bagi  operasional PLTA. Selain itu, PLTA Batang Toru juga didisain ramah lingkungan dengan memanfaatkan aliran sungai tanpa daerah genangan yang luas.

Hal tersebut dipaparkan dalam media briefing mengenai PLTA Batang Toru di Medan, Rabu (30/1). Hadir sebagai pembicara Dr. Agus Djoko Ismanto Adji (Senior Advisor Lingkungan North Sumatera Hydro Energy PT NSHE), Dr. Ir. Didiek Djarwadi, M.Eng (Tenaga Ahli PT NSHE untuk Desain Bendungan, Kegempaan dan Terowongan), Fitri Noor, M.Sc.For (Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda,  Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara). Sedangkan sebagai moderator, Wimar Witoelar.

PLTA Batang Toru merupakan proyek strategis nasional untuk mencapai pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW di Indonesia. PLTA Batang Toru untuk mengurangi peran pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) pada saat beban puncak di Sumatera Utara. Pilihan pada PLTA karena lebih bersih dan lebih berkesinambungan. Karena itu kehadiran PLTA Batang Toru akan mendukung pengurangan emisi karbon nasional sebagai langkah kongkrit implementasi Kesepakatan Paris. Proyek ini akan memberikan kontribusi pengurangan emisi karbon sebesar 1,6-2,2 MTon/tahun atau sebesar 4% dari target nasional.


Lokasi PLTA Batang Toru yang berkapasitas 510 MW terletak di kawasan Batang Toru di Sipirok dan Marancar yang masuk dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan tidak masuk dalam kawasan hutan. Hal ini dapat dilihat dari jenis vegetasi yang tumbuh di lokasi yang didominasi pohon karet.

Menurut Agus Djoko Ismanto Adji, proyek PLTA Batang Toru secara fundamental akan mempertahankan dan selalu ikut program kelestarian kawasan yang menghasilkan air sebagai bahan baku operasinya. Karena itu secara alami pembangunannya tetap mengedepankan pentingnya mempertahankan kelestarian keragaman hayati termasuk satwa di wilayah Batang Toru. Agus juga menambahkan bahwa PLTA Batang Toru merupakan pembangkit energi terbarukan, yang pembangunannya sudah melalui kajian-kajian mendalam sesuai persyaratan nasional dan internasional. “Tidak hanya melakukan AMDAL, kami juga telah melaksanakan kajian Environmental and Social Impact Assessment (ESIA), yang menjadikan kami PLTA pertama di Indonesia yang melaksanakan Equatorial Principle,” tambah Agus.

“Proyek memerlukan lingkungan yang mendukung sebgai penyimpan air secara alamiah. Dalam hal ini PLTA Batang Toru menerapkan sistem run off river hydropower sehingga tidak perlu menampung air dalam jumlah banyak. Namun air akan tetap mengalir ke hilir selama 24 jam. Jadi aliran sungai tidak terganggu dengan adanya bendungan karena air tetap akan dilepas terus menerus,” kata Agus.

Menurut Didiek Djarwadi, PLTA Batang Toru dibangun tidak di atas sesar dan dibangun untuk tahan gempa dengan mengadopsi praktek terbaik dari ketentuan nasional dan internasional terbaru yang berlaku, seperti pedoman untuk desain dan pelaksanaan bendungan beton dari Balai Bendungan, dan International Commission on Large Dams (ICOLD).


“PLTA Batang Toru telah memiliki kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan termasuk geologi dan geofisika, termasuk Seismic Hazard Assessment dan Seismic Hazard Analysis,” kata Didiek. Jika bendungan dibangun sesuai standar dipersyaratkan maka bangunan tersebut akan tahan gempa. Contohnya, PLTA Singkarak yang berjarak 2 km dari sesar aktif dan didesain untuk tahan gempa sesuai besaran potensi gempa di sana, tidak mengalami kerusakan saat terjadi gempa di Sumatera Barat pada 2007 dengan magnitude lebih besar dari prediksi” Lanjut Didiek.

Sementara itu Fitri Noor membenarkan bahwa area pembangunan PLTA Batang Toru berstatus APL. Meskipun demikian, pihak PLTA Batang Toru tetap berperan aktif menjaga keragaman hayati termasuk orang utan. Dalam hal ini PLTA Batang Toru melakukan juga studi populasi Orang Utan dan satwa liar lainnya yang berkoordinasi dan dipandu BBKSDA dan Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Fitri Noor juga menambahkan bahwa BBKSDA, sesuai arahan Menteri LHK, telah membentuk Tim Monitoring untuk memastikan dampak  pembangunan PLTA Batang Toru terhadap populasi orang utan dan satwa liar lainnya.

“Tim monitoring juga  telah  menemukan beberapa strategi untuk meminimalisir  dampak negatif pembangunan PLTA Batang Toru pada populasi orang utan dan satwa liar lainnya,” ujar Fitri.

Guna mengantisipasi dampak terhadap satwa liar termasuk individu orang utan yang mungkin lewat (menjelajah) wilayah sekitar proyek PLTA Batang Toru, PT NSHE juga telah melakukan langkah-langkah mitigasi sebagai berikut:
             Memberlakukan kebijakan “zero tolerance” terhadap kepemilikan satwa liar kepada semua pekerja dan tamu
             Memberikan panduan perilaku jika berjumpa satwa liar dilokasi proyek.
             Memantau sepanjang hari keberadaan satwa liar di lokasi dan memberlakukan mekanisme “Stop work procedure” apabila keberadaan satwa membahayakan
             Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perusahaan melaporkan dan berkoordinasi dengan BBKSDA, bila diperlukan tindakan terhadap satwa liar.
             Membangun jembatan arboreal untuk memfasilitasi satwa arboreal melintasi areal terbuka akibat proyek.(rel)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini