Khairul Ghazali : Penjara Mengajarkan Saya Cinta NKRI

Sebarkan:

MEDAN- Ustadz Khairul Ghazali mantan pelaku teror kejahatan yang kini fokus dalam melakukan pembinaan terhadap umat dan dakwah dengan mendirikan Pesantren Al Hidayah dan Galeri Perdamaian, meminta pelaku teror, intoleransi dan radikal tidak mengatasnamakan Islam dalam melakukan aksi kejahatan.

Bekas pelaku perampokan bank CIMB Niaga ini menilai, radikalisme, intoleransi dan terorisme adalah kejahatan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini disampaikan Ghazali pada saat peresmian Galeri Perdamaian di Jalan Sei Mencirim, Dusun 4, Kecamatan Kutalimbaru, Deliserdang, Kamis (1/11/2018).

"Pelaku teror inikan hanya dua atau tiga orang, karena aksi mereka, nama Islam yang tercederai," katanya.

Ghazali lalu menceritakan perjalanan hidupnya saat di masa kegelapan, di mana ia dan kelompoknya mengatasnamakan agama untuk membunuh dan merampok bank CIMB Niaga demi membiayai perjuangan yang dahulu dianggap benar.

 "Saya sangat menyesali tindakan saya di masa kelam dan ternyata itu salah. Kini saya sudah sadar dan kembali ke jalan yang benar," akunya.

Kalau radikalisme, intoleransi dan terorisme dibiarkan berkembang maka kata akan banyak masyarakat yang menjadi korban dan Indonesia akan pecah dan hancur berkeping- keping.

Ia sangat bersyukur dengan adanya peran pemerintah yang memberikan pencerahan untuk mengatasi berkembangnya paham tersebut.

Ghazali menyatakan tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan perpecahan. Dia mendapatkan hikmah di penjara, semua agama baginya mengajarkan kasih sayang, perdamaian dan toleransi.

"Sangat sayang kalau Indonesia hancur seperti Suriah, Mesir dan Irak," ucapnya.

Kapolda Sumatera Utara Irjen Agus Andrianto yang meresmikan Galeri Perdamaian mengatakan, galeri ini didirikan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahayanya paham radikal, terorisme, intoleransi yang anti Pancasila dan NKRI.

Setiap aksi teror yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan agama, maka akan banyak masyarakat yang menjadi korban.

"Teror itu bukan hanya merugikan agama Islam, tapi juga merugikan negara. Dan tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan," tegas Agus.

Ia juga berharap, pemuka agama, tokoh masyarakat, pemuda dan masyarakat secara luas untuk membantu tugas polisi dalam membuat Sumatera Utara aman, damai dan tentram, apalagi Indonesia dalam waktu dekat akan melaksanakan Pilpres dan Pileg, tutup Agus. (dra). 
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini