Mantan Jaksa Laporkan Kasat Reskrim Polres P.Siantar

Sebarkan:



Hj. Dewi Darwiana, SH  melalui kuasanya Daulat Sihombing, SH, MH dari Kantor Sumut Watch, melaporkan Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar, AKP. H Sinambela, SH kepada Kapolda Sumut, dalam dugaan penyalahgunaan jabatan dan pelanggaran kode etik kepolisian. 

Hj. Dewi Darwiana, SH merupakan pensiunan Jaksa dengan jabatan terakhir Kasi Datun (Perdata dan TUN) dan pernah menjabat sebagai Jaksa pada Kejari Pematangsiantar.

Dikatakan Daulat, selain ke Kapolda, Hj. Dewi Darwiana, SH yang ber alamat di Jalan H. Adam Malik No. 72, Kota Pematangsiantar, juga melapor ke Irwasda Polda Sumut, Kabid Propam Polda Sumut dan Kapolres Pematangsiantar. 

"Melalui surat Sumut Watch, No. 111/SW/X/2018, tanggal 03 Oktober 2018, kita meminta agar pimpinan kepolisian memeriksa dan menindak Kasat Reskrim AKP. Hasiholan Sinambela, SH dan Juper Brigadir Oktinuden Siahaan," kata Daulat.

Kepada Kapolres, Hj. Dewi Darwiana, SH, secara khusus meminta agar menghentikan penyidikan perkara dalam Laporan Polisi No Polisi P/354/VIII/SU/STR, tanggal 31 Agustus 2018 an. Pelapor Masiah, karena laporan bukan perkara pidana tetapi perkara perdata, dan mengganti Juper Brigadir Oktinuden Siahaan dengan Juper lain yang netral, profesional dan mampu menghargai hak–hak hukum dari Saksi. 

Dalam siaran pers yang disampaikan kuasanya Daulat Sihombing, SH, MH, Senin (8/10/2018) disebutkan bahwa pada tanggal 26 September 2018, Hj. Dewi Darwiana selaku Terlapor telah menerima surat panggilan dari Polres Pematangsiantar, No. Pol : SP.Pgl/764/IX/2018/Reskrim , untuk pemeriksaan sebagai Saksi, dalam perkara tindak pidana “Penggelapan” sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, an. pelapor  Masiah (isteri Alm Darul Fuadi, SmHK saudara kandung dari Hj. Dewi Darwiana). 

Tanggal 28 September 2018, Terlapor pun menjalani pemeriksaan sebagai Saksi,  mulai dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 17.30 WIB.  Sebelum  diperiksa Terlapor meminta kepada Juper agar didampingi penasehat hukum dari Kantor Advokat Azman, SH, namun Juper menolak dengan alasan baru mengambil keterangan sebagai Saksi, nanti saja waktu pemeriksaan sebagai Tersangka baru didampingi kuasa hukum. 

Dalam pemeriksaan itulah, Terlapor diperlakukan secara “under pressure”, tanpa waktu jedah, tanpa diberi kesempatan didampingi penasehat hukum, tanpa mempertimbangkan kondisi Terlapor yang sudah tua, dan tanpa memberi kesempatan menyampaikan keterangan secara leluasa. 

Terlapor benar- benar diperlakukan layaknya tahanan kriminal “sangat berbahaya”,  bahkan untuk makan siang saja pun Terlapor hanya diberi waktu sekitar 10 menit dan untuk sholat “zuhur” dan “azar” pun tidak diberi kesempatan.  

Mirisnya lagi, demikian Terlapor, ketika Juper sedang memeriksa Terlapor selaku Saksi,  Kasat Reskrim, AKP H Sinambela, SH, mondar-mandir ke ruangan pemeriksaan sambil kadang – kadang berdiri di belakang Juper untuk mengintervensi langsung arah pemeriksaan, sembari beberapa kali memanggil Juper ke ruangannya.  Terlapor sempat mendengar dengan jelas percakapan by handphone antara Kasatreskrim dengan seseorang yang dipanggil “kak” yang memberi kesan adanya order atau intervensi dari pihak luar. 

“Sedang diperiksa kak, selanjutnya diperiksa sebagai tersangka”, demikian Terlapor menirukan Kasat Reskrim seakan melaporkan progres pemeriksaan Terlapor. Usai bertelepon, ujar Terlapor, Kasat Reskrim kemudian menginstruksikan Juper dengan perintah, “Cepatkan perkara itu, biar cepat digelar perkara”, kata Kasat Reskrim lagi sambil menambahkan, “Kita panggil berikutnya sebagai Tersangka”. 

Hj. Dewi Darwiana, SH, menduga bahwa dalam perkaranya ada campur tangan pihak luar.  Kecurigaan itu menurutnya timbul terutama karena sebelum perkara dilaporkan ke polisi,  seorang perempuan mengaku penerima kuasa, bernama Syafrida Amnah, alamat : Tanah Lapang Kecil No. 14, Medan Maimun, Kota Medan,  datang ke kediaman Terlapor untuk meminta asli SHM No. 570, tanggal 16-4-1998, an. Darul Fuadi, SmHK, namun ditolak karena tidak dikenal. 

Terlapor menduga, percakapan by handphone antara Kasat Reskrim, AKP. Hasiholan Sinambela, SH dengan seseorang yang dipanggil “kak” dalam  pernyataan : “Sedang diperiksa kak, selanjutnya diperiksa sebagai tersangka”, sebenarnya adalah percakapan dengan Syafrida Amnah.  

Daulat Sihombing, SH, MH, mengatakan bahwa tindakan Kasat Reskrim AKP. Hasiholan Sinambela, SH, yang melakukan pemeriksaan kepada kliennya Hj. Dewi Darwiana, SH secara under pressure dan sewenang – wenang patut diduga sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan dan pelanggaran terhadap kode etik kepolisian. 

Pasal 117 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, mengatur bahwa : “Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun atau dalam bentuk apapun”. 

Lebih lanjut Pasal 5 ayat (1) huruf f, UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, mengatur bahwa seorang saksi dan korban berhak mendapatkan penasehat hukum.  

Kemudian Pasal 29 Peraturan Kepala Kepolisian RI No.12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana,  mengatur bahwa  penyidik dilarang  memberitakan/ memberitahukan rahasia penyelidikan kepada orang yang tidak berhak.  

Pasal 13 ayat (1) huruf f, Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, mengatur bahwa : Setiap anggota Polri dilarang melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan karena adanya campur tangan pihak lain.

Tanggapan Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar

Saat Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP H Sinambela dikonfirmasi mengatakan kalau perkara itu sudah digelar sebelum jadi LP dan sebelumnya Perkara ini sudah Dumas hampir enam bulan di Polda. Sehingga pelapor membuat pengaduan di  SPK Polres Pematangsiantar.

Dikatakan, pengakuan ibu Hj Dewi Darwiana SH menurut juper, ada memegang sertifikat tidak mau mengembalikan kepada pemiliknya (istri adeknya yang laki-laki), makanya yang merasa dirugikan buat LP.

"Kalau masalah itu Perdata kata Bu Dewi kan hak ibu itu, dan kita penyidik dalam perkara ini netral dan  sangat netral tidak memihak siapun juga. Tidak ada interpensi sama sekali sampai sekarang masih tahap penyidikan belum ada penentuan Tsk.

Masih banyak saksi-saksi dari kedua belah pihak yang perlu di riksa nanti. Kalau sudah rampung, penyidik pasti memberitahukan kepada Kanit. Selanjutnya dari Kanit ke Kasat secara berjenjang," kata AKP H Sinambela.

Setelah itu, baru dilakukan Gelar perkara tingkat Reskrim. Menurutnya, bila perlu tingkat Polres untuk posisi Tsk. "Kira-kira gitu Bos aturan prosedurnya sesuai SOP Penyidikannya jadi masih  panjang itu perkaranya. Jadi kalau dibilang kita berpihak menangani perkara ini, kan baru ibu itu di Riksa," tutup AKP H Sinambela.(js)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini