GUNUNGSITOLI- Sehubungan dengan penjelasan
pemerintah kota Gunungsitoli terkait kewenangan walikota sebagai pembina ASN
dalam kebijakan terkait cakades dari Guru Kontrak Daerah (GKD) sebagaimana di
beritakan salah satu media, dapat di pahami, namun kami menilai penerapannya
tidak sesuai, karena Pemkot tidak mematuhi regulasi, baik Perda
maupun Perwal. Pedoman dan syarat menjadi kepala desa ada dalam perda dan
perwal, kenapa di tambah-tambah?
Hal itu
disampaikan Ketua DPRD Kota Gunungsitoli Herman Jaya Harefa,S.Pd.K kepada
reporter www.metro-online.co, Rabu
(31/10/2018) terkait dengan kisruh surat edaran Pemerintah Kota Gunungsitoli
kepada para Camat yang meminta surat pengunduran diri GKD yang mencalonkan diri
sebagai Kepala Kepala Desa.
Surat
Persyaratan mundur dari GKD tidak boleh menjadi bagian dari syarat calon kepala
desa karena tidak ada dalam Perda dan Perwal.
Artinya jika
seorang calon sudah mememuhi syarat sesuai perda dan perwal maka yang
bersangkutan harus sudah di tetapkan jadi calon kepala desa.
Sedangkan
kewajiban adanya surat pengunduran diri jika GKD menjadi calon kades, itu
dilakukan terpisah untuk di sampaikan kepada pemerintah kota tanpa menggangu
proses penetapan pencalonan.
Saya kira
tidak mekanisme kemudian jika di campur aduk, akibatnya proses penetapan
calon tidak berjalan akibat intervensi surat yang salah kaprah dalam
mengeluarkannya.
Masih Herman
Jaya Harefa, jika kemudian ada calon kades dari GKD sudah di tetapkan menjadi
calon tetap dan sudah ada nomor urut, sedangkan yang bersangkutan belum mundur
dari GKD silahkan Walikota melalui dinas memecat yang bersangkutan.
Intinya
adalah, pemkot membuat sebuah kebijakan yang tidak ada hubungannya dengan
syarat calon menjadi kades sesuai peraturan daerah dan peraturan
walikota.
Implikasi
dari surat pemerintah kota Gunungsitoli itu adalah telah menghalangi proses
penetapan calon dan perolehan no urut para calon kades.
Rakyat
sangat memahami kewenangan walikota dalam membina ASN yakni PNS dan
Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja ( PPPK ) namun hendaknya
melalui mekanisme dan aturan, jangan di campur adukan antara aturan yang satu
dengan aturan yang lain.
Ibarat
aturan sepakbola tentu tidak sama dengan aturan pencak silat walaupun
keduanya sama-sama disebut bidang olah raga, tentu aturan permainan sepak bola
tidak bisa menjadi aturan di pencak silat, karena wasitnya saja berbeda.
Ianya juga
ingatkan agar Walikota melihat lebih cermat apakah ada kepala desa di kota
Gunungsitoli yang merangkap GKD, setahu saya ada dua orang di kecamatan
Gunungsitoli, tentu penerapan kebijakan ini tidak seperti membelah bambu,
yang satu di angkat yang lain di pijak karena nantinya akan membuat rakyat
semakin bingung dan bertanya apakah ini kebijakan sungguhan atau kebijakan
sesaat.
Sehingga
kami meminta agar pemerintah kota Gunungsitoli memberikan petunjuk kepada
kecamatan untuk meneruskan proses penetapan calon kepala desa sesuai dengan apa
yang ada dalam perda dan perwal, sedangkan kewajiban calon kades dari GKD untuk
mundur jangan di jadikan syarat untuk menetapkan mereka menjadi calon kepala
desa, itu adalah urusan GKD dengan Dinas pendidikan, bukan urusan GKD dengan panitia
pemilihan kepala desa apalagi menjadi urusan GKD dengan camat yang tidak
mengerti tugasnya.
Sementara
Walikota Gunungsitoli Ir. Lakhomizaro Zebua kepada sejumlah media menyampaikan
bahwa kebijakan yang diambil pihaknya terkait dengan surat edaran kepada camat
agar GKD yang mencalonkan diri sebagai Kepala Desa supaya menyerahkan surat
pengunduran dirinya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada
karena GKD merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Pemerintah
Kota Gunungsitoli tidak menghalangi seorang GKD untuk mencalonkan diri sebagai
Kepala Desa, namun supaya tidak terganggu proses bersangkutan mengajar maka GKD
bersangkutan wajib mengundurkan diri. Ujar Lakhomizaro. (Marinus Lase)