SUMUT-Ungkapan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas
sepertinya masih berlaku di negeri ini, khususnya di Sumatera Utara. Setidaknya
hal itu yang dirasakan ahli waris sah PT
Moeis, Zulkarnaen Nasution.
Bagaimana tidak,
meski Mahkamah Agung (MA) RI telah memenangkannya dalam perkara kepemilikan
aset dan saham PT Moeis. Namun sampai hari ini putusan MA No:1262.K/pdt/2011
tanggal 29 November 2011 silam itu, tak jua
terlaksana. Pun begitu, salah satu poin putusan MA yang memerintahkan
Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk mengeksekusi objek perkara dan
menyerahkannya pada ahli waris sah juga tak diindahkan.
Alhasil, sampai
detik ini aset-aset PT Moeis salah satunya di antaranya perkebunan kelapa sawit
seluas 1.073 hektar di Sipare-Pare, Kec. Air Putih, Kab.Asahan, Sumatera Utara
tetap dikuasai secara sepihak oleh para mafia tanah dan peradilan.
"Putusan MA tahun 2011 silam sudah berkekuatan hukum tetap. Namun sampai
hari ini, aset perusahaan yang diwariskan ayah kami tetap dikuasi para mafia tanah. Para mafia ini seolah sudah kebal dan bisa membeli serta
mengatur hukum di negara ini,"
ungkap Zulkarnaen pada wartawan, Kamis (4/10) siang.
Para mafia itu
lanjut Zulkarnaen, juga bisa mengendalikan dan mengatur para penegak hukum di
Sumut dengan kakuatan uangnya. "Buktinya, tanpa dasar apa pun, para mafia
ini laluasa menguasai aset-aset PT Moeis. Dari mana jalannya Yuandi alias Andi
dan kroni-kroninya sebagai pemilik perusahaan warisan ayah kami? Mirisnya,
penegak hukum juga melakukan pembiaran. Ada apa ini. Masih adakah keadilan di
negeri ini? Kenapa para mafia itu bisa mempermainkan hukum sesuka
hatinya," protes Zulkarnaen.
Bahkan yang paling
mengerikannya lagi beber Zulakarnaen,
Yuandi alias Andi Cs juga bebas menerbitkan akte-akte palsu, termasuk
merekayasa akta perdamaian dan jual beli perusahaan melalui Notaris Dana Barus.
"Kami para ahli waris sah juga tak pernah menandatangani akta apapun
dihadapan Notaris Dana Barus. Kami juga tak pernah menjual aset perusahaan pada
Yuandi alias Andi Cs," tegas Zulkarnaen.
Bahkan semua
akte-akte palsu yang diterbitkan notaris Dana Barus tersebut juga sudah batal
demi hukum sesuai dengan putusan MA. "Jadi atas dasar apa lagi pihak
Yuandi alias Andi Cs menguasai PT Moeis? Kenapa penegak hukum melakukan
pembiaran? Kalau tidak ada suap-menyuap, nggak mungkin hal ini bisa
terjadi," tegasnya. Mirisnya lagi, Abdul Munir Nasution adik Zulakarnaen
yang juga berstatus ahli waris sampai meregang nyawa karena dikriminalisasikan.
Munir ditangkap dan ditahan di Polres Batubara. Munir dituduh mencuri buah
sawit PT Moeis yang notabene adalah warisan ayah kandungnya almarhum Abdul
Moeis Nasution. "Kami dilaporkan
Ganda Siregar (humas di PT Moeis) atas suruhan Yuandi alias Andi yang mengaku-ngaku
sebagai direktur. Adik saya (Munir) ditangkap dan ditahan polisi hingga sakit
dan meninggal dunia sekitar sebulan lalu," lirih Zulkarnaen.
Hebatnya lagi, tak
lama setelah Munir meninggal, pihak Yuandi alias Andi juga sudah mengganti nama
perusahaan PT Moeis menjadi PT Camar dan PT Cemerlang. "PT Moeis diganti
jadi PT Camar dan Cemerlang. Apa hak mereka mengganti nama perusahaan yang
bukan milik mereka? Tapi ini yang terjadi, mereka bisa berbuat sesuka hatinya
di negeri ini. Sampai kapan para mafia tanah itu berkuasa? Harus berapa lagi
rakyat tak berdosa yang jadi korban mereka?"tanya Zulkarnaen.
Meski terus
dizolimi, namun Zulkarnaen meyakini masih ada keadilan di bawah
pemerintahan Presiden RI Jokowi.
"Tolong kami pak Presiden Jokowi. Tegakkan hukum, berikan kami keadilan.
Berantas dan usut tuntas semua para mafia tanah di Sumut ini. Saya percaya
Presiden Jokowi sangat mencintai rakyatnya," harap Zulkarnaen.
Dia juga meminta
Jokowi memerintahkan Menkunham, MA, Jaksa Agung dan Kapolri turun ke Sumut
untuk membantu para ahli waris PT Moeis. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
juga diminta turun tangan untuk mengusut oknum-oknum penegak hukum yang ikut
bermain dalam kasus ini. "Tangkap dan penjarakan oknum penegak hukum di
Sumut ini yang ikut bermain dan menerima suap dari para mafia. Sumut ini harus
dibersihkan dari oknum penegak hukum korup dan bisa dibeli seperti mereka.
Semua aset-aset PT Moeis harus dikembalikan pada ahli waris yang sah. Saya tak
takut dan akan terus berjuang. Kebenaran harus ditegakkan," pintanya.
Dijelaskannya,
aset yang diwariskan ayah kandung mereka Abdul Moeis Nasution (almarhum)
memiliki akte pendirian perusahaan sesuai Nomor: 59 dibuat oleh notaris Kas
Muliyanto Ongko alias Ongko Kiem Lian dengan SK Menteri Kehakiman (Menkeh)
dengan No: 96/1958 termaktub di dalam Tambahan Lembaran Negara RI No: 74
tertanggal 16 September 1959 didaftarkan dan disahkan Menkeh dengan No:
YA,5/49/25.
Sekedar
mengingatkan, dalam putusan MahkamahAgung Republik Indonesia No. 1262
K/Pdt/2011, tanggal 29 November 2011. Putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap itu menolak semua permohonan kasasi
Muchrid Nasution Cs (tergugat/pembanding I dan turut tergugat
I/pembanding II). Dengan demikian berarti seluruh akte yang dibuat saat
sengketa peradilan, sebelum keluarnya putusan MA dan berkaitan dengan
keberadaan saham – saham PT. Moeis telah batal demi hukum. Selain
itu pihaknya juga memperoleh
salinan Surat Penetapan No. 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan
sebagai kelanjutan Surat Putusan Pelaksanaan Sita Jamin
No.W2.U1/1923/Pdt.04.10/VIII/2009 tanggal 8 Agustus 2009 dari PN Medan, yang
meminta bantuan pelaksanaan sita jamin kepada Pengadilan Negeri Kisaran.
Aset-aset
tersebut berupa gedung Sopo Godang PT. Moeis di Jalan Raden Saleh Raya No. 17
Jakarta Pusat kepada Bank Kesawan di Jakarta. Menurut Zulkarnaen,
menindaklanjuti putusan MA No. 1262 K/Pdt/2011, dia selaku Direktur PT. Moeis
berharap agar segera dilaksanakan eksekusi semua aset PT Moeis yang saat ini
dikuasai pihak ketiga, yakni Yuandi alias Andi Cs.
Keseluruhan aset –
aset PT. Moeis tersebut yakni,perkebunan kelapa sawit seluas 1.073 haktar di
Sipare-para Asahan. Ruko tiga pintu di Jalan Palang Merah No. 100 – 104 Medan,
tanah seluas 1. 834 m di Jalan KL Yos
Sudarso Medan, 250 unit perumahan di Muka Kuning Batam, Gedung Sopo Godang di
Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta. Perkebunan kelapa sawit seluas 200
hektar di Bengkulu, tanah dan bangunan
rumah tinggal seluas 1.000 m di Street Panglima Sekyen, Syah Alam Selangor,
Malaysia, tanah dan rumah di Perumahan Pondok Gede Blok B2. (red)