Mitra Pemilu 2019 Paling Keren Adalah Guru

Sebarkan:

Dewan guru  Pondok Pesantren  PI  Yaqubiyah


 Oleh: Lidiyawati Harahap
Sungguh  jumlah yang sangat  tinggi. Menurut  Kementrian  Dalam Negeri mengatakan   bahwa ada  12  juta   jumlah pemilih  yang  baru berusia 17  tahun saat hari  pemungutan suara pemilu 2019.  Demikian  media  Koran Jakarta  melaporkannya (15/8/2018). Menurut undang-undang pemilu UU No. 7 tahun 2017  pasal 198 ayat  1, Usia  tersebut telah memenuhi syarat  untuk  menggunakan hak pilihnya. Mereka sering disebut pemilih pemula  atau pemilih milenial. Kebanyakan pemilih milenial masih menduduki  bangku  SMA kelas XI-XII. Mereka mempunyai  karakter rasa  ingin tahu dan daya  kritis yang tinggi, dinamis dan mudah dipengaruhi.
Pemilu 2019  dan pemilih milenial ini mempunyai  hubungan interaksi yang kuat.  yaitu saling ketergantungan satu sama lain. Pemilu 2019 sangat membutuhkan kehadiran pemilih milenial ini. Besarnya jumlah mereka pada  pemilu mendatang membuat  mereka sering menjadi sasaran empuk  bagi  partai politik maupun politisi untuk mendongkrak perolehan suara. Selain itu, Keterlibatan mereka  sangat mempengaruhi kualitas demokrasi di Indonesia.  Semakin tinggi  partisipasinya, makin tinggi tingkat  keberhasilan pemilu.  Dan semakin rendah partisipasinya,   rendah pula  tingkat keberhasilan pemilu.
Begitu juga  sebaliknya, pemilu juga  sangat  penting bagi pemilih pemula. Sebagai rakyat dan pemula, pemilu merupakan ajang untuk menunjukkan kesanggupan diri untuk terjun ke dunia politik. Kesanggupan untuk melakukan sesuatu yang di dasari oleh kesediaan dan kemauan atas  inisiatif sendiri bukan paksaan dari pihak lain.  Mereka  akan mendapat  pelajaran  baik dan buruk tentang politik. Dan ini akan membentuk karakter mereka  dan bisa jadi pelajaran hari ini  akan kembali mereka  terapkan   di   beberapa  tahun  yang akan datang.  Karena    pemilih milenal akan menjadi pelaku politik di  tahun –tahun  yang akan  datang.
Dalam pemilu 2019, pemilih pemula dielu-elukan sebagai  penentu  kemenangan. Kemenangan  ini akan menjadi   nyata  bila  para pemilih milenial  berpartisipasi  dalam pemilu.
Untuk meningkatkan partisipasi mereka, bukan penyelenggara  pemilu, melainkan semua  lapisan  masyarakat harus  melakukan upaya itu. Upaya  itu  adalah sosialisasi dilakukan untuk memberikan pemahaman  hak  dan kewajibannya  sebagai warga  Negara. Memahami  pentingnya menggunakan hak pilihnya pada pemilu nanti, dampaknya bila  golput dan  apa pengaruhnya  terhadap bangsa ini.  Untuk mengoptimalkan usaha ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus merangkul guru–guru SMA dan sederajat. Mengingat  pemilih  pemula  kebanyakan adalah pelajar.  Dan jumlahnya yang cukup banyak dari populasi jumlah pemilih lainnya.  Guru  adalah  profesi yang paling tepat untuk dijadikan mitra dalam  mensukseskan  pemilu 2019.  
Ada  banyak  alasannya  yaitu  setiap  hari guru mengajar minimal  satu kelas  yang jumlahnya  kurang lebih  30 – 40  pelajar. Bila satu guru diberdayakan  maka  informasi  pemilu  akan sampai  kepada  40  pelajar.   Semakin banyak  guru  yang  diberdayakan  maka  semakin  banyak  pula  pemilih pemula  yang diajak.  Guru  adalah agen  sosialisasi  yang paling keren untuk  merangkul  para pemilih pemula.  Karena  guru mempunyai  kemampuan sebagai berikut,
1.    Guru  sebagai  pengajar,
  Menjadi peserta pemilu untuk  pertama  kalinya  merupakan hal yang baru bagi  pemilih milenal.. Banyaknya  tahapan-tahapan yang  harus  dilalui  hingga  akhirnya  menentukan pilihan membuat  mereka bersikap tak sabar, apatis dan pragmatis.  Sebagai  peserta  baru tentunya  mereka  belum memahami sepenuhnya alasan keikut sertaan  mereka  dalam  pemilu. Apa  dampaknya  bila  tak memilih dan apa hubungan   suara  dengan nasib bangsa. Untuik  menjelaskan ini, Seorang  guru  mampu mengajarkan  materi  ini dengan bahasa  yang mudah   dimengerti. Karena  guru  mempunyai  keterampilan komunikasi  yang  baik.  Selain  itu, hubungan baik  yang telah lama tercipta antara guru  dan pelajar, membuat  pemilih pemula lebih  nyaman dan percaya  diri  dalam mempelajarinya lebih  dalam.  

2. Guru Sebagai Sumber Belajar.
 Teori-teori tentang pemilu selalu berbeda dengan kenyataan. Guru sebagai  orang  telah  beberapa  kali  terlibat  dalam pemilu tentunya   akan mempunyai pengalaman  dan pemahaman  yang baik  tentang pemilu.  Pengalaman ini akan menjadi bahan pembelajaran. Ketika pelajar bertanya tentang pemilu, guru  akan langsung  memberi  jawaban bila  mereka bertanya.  Pemilih  pemulapun akan lebih mudah  menyerap  semua  informasi  tentang  pemilu karena guru  dapat membuat sesuatu hal menjadi jelas bagi pelajarnya.

3. Guru Sebagai Pembimbing sekaligus  penasehat.
Banyaknya berita-berita bohong atau hoax, ujaran-ujaran  kebencian yang beredar di media sosial akan mempengaruhi pemilih pemula untuk menentukan pilihannya. Pemilih pemula  akan  mengalami  kebingungan sehingga  berujung  pada ketidakpedulian.  Pada  kondisi  ini, ia membutuhkan bantuan guru untuk berproses sehinga  akhirnya ia menentukan siapa pilihannya. Sosok guru akan  membimbing sekaligus  menasehati mereka agar tidak  terjun dalam  pemilu yang mengedepankan  ujaran kebencian atau berita  hoax.

4. Guru Sebagai Demonstrator.
Untuk  meningkatkan  pemahaman  pelajar  dalam  pemilihan   umum, pelajar  harus  melakukan peragaan atau  simulasi.  Untuk memperagakan  cara  memilih yang baik seorang  guru  bisa  mendemontrasikan   hal tersebut dengan sederhana.

5. Guru sebagai motivator
Dalam sosialisasi, guru menumbuhkan motivasi serta semangat melalui pendekatan  yang tepat  agar pemilih  pemula  megetahui   alasan mengapa mereka  harus  berpartisipasi  dan   damapak pemilu  itu  sendiri bagi  masa  depan bangsa  dan  Negara.
            Untuk menjadikan guru sebagai mitra sosilisasi yang jitu, KPU  harus  meng-update pemahaman guru tentang info-info atau aturan-aturan terkini tentang pemilu. Hal  bisa  dilakukan dalam bentuk pelatihan bagi  guru-guru SMA sederajat. Momen  ini  akan menambah  pengetahuan bagi guru itu sendiri terutama  guru Pendidikan   Pancasila  dan kewarganegaraan (PPKN) Dengan pengetahuan ini, guru tersebut  bisa  menyampaikan  informasi ini  kepada  siswa  lima   tahun ke depan.(*)
Penulis adalah  anggota   Ikatan  Guru  Indonesia, guru di  Ponpes PI Yaqubiyah  dan  MTsN Padang  Bolak, Sekum  FORHATI  Paluta.
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini