Ahli Waris PT Moeis Dipenjarakan Hingga Meregang Nyawa

Sebarkan:
Abdul Munir Nasution semasa hidup
MEDAN- Perjuangan Zulkarnaen Nasution dan adiknya Abdul Munir Nasution Cs untuk mendapatkan keadilan dan menguasai kembali harta warisan ayah mereka yang dikuasai dan dirampas oknum mafia tanah, berakhir tragis. Abdul Munir dipenjarakan hingga meregang nyawa.

 Peristiwa memilukan ini bermula saat anak kandung dari alm H. Abdul Moeis Nasution itu dituduh mencuri buah sawit PT. Moeis yang  notabene adalah milik ayah mereka. Abdul Munir ditangkap oleh personel Polres Batubara pada 24 Juni lalu di rumahnya, Jalan Sembawa 3,Lingkungan 13 Kelurahan Rengat Pulau, Kecamatan Marelan Indah Medan.

Dia bawa dan ditahan di Polres Batubara lalu dititip ke Rutan Labuhan Ruku Batubara. Sedang Zulkarnaen Nasution ditetapkan sebagai DPO.

 Anehnya, saat diamankan polisi, kondisi Abdul Munir dalam keadaan sehat. Namun sekitar sebulan di tahanan, kondisi korban mendadak memprihatinkan. Tak jelas apa yang terjadi, Munir mendadak sakit dan sekujur tubuhnya bengkak-bengkak.

Ironisnya, penangguhan penahanan yang diajukan pihak keluarga juga  ditolak mentah-mentah oleh polisi.

 Alhasil, sepekan lalu Munir terpaksa dilarikan ke rumah sakit di Asahan. Namun kondisinya memburuk hingga harus dirujuk ke RSU Pirngadi Medan. Ironisnya, meski masih sakit,  dua oknum jaksa Kejari Asahan justru datang ke rumah sakit dan berniat memboyong Munir untuk disidangkan di PN Asahan.

 Kenyataan itu yang membuat Munir kian syok hingga dia pun meregang nyawa pada Sabtu (6/9) sekira pukul 14.00 WIB. Kemarin Munir sudah dikebumikan bersama perjuangannya untuk memperoleh keadilan yang hingga kini tak kunjung terwujud.

 "Kejadian ini merupakan salah satu bukti sulitnya mendapat  keadilan di negeri ini. Orang yang masih sakit justru dipaksa mau disidang. Penangguhan penahanan juga ditolak," kesal kuasa hukum Munir, Adven Parningotan Sianipar SH.

Adven juga menyesalkan tindakan polisi yang langsung menangkap dan menahan Munir atas tuduhan pencurian sesuai laporan Yuandi.

 "Kebun itu adalah warisan orangtua mereka. Mereka juga masih memiliki masing-masing saham di PT Moeis. Putusan MA atas kepemilikan kebun itu juga sudah keluar dan berkekuatan hukum tetap. Jadi menurut saya polisi sangat tidak tepat menangkap dan menahan ahli waris," tegasnya.

 Adven mengaku akan berkordinasi dengan pihak keluarga Munir untuk menindaklanjuti peristiwa ini secara hukum. "Pihak keluarga masih berduka, saya akan berkordinasi dulu dengan pihak keluarga untuk melanjutkan kasus ini," tandasnya.

 Atas kejadian ini Zulkarnaen Nasution selaku ahli waris meminta perlindungan pada Presiden Jokowi, Kapolri dan Jaksa Agung. "Tolonglah kami pak presiden, tegakkan hukum di negeri ini. Basmi para mafia tanah di Sumut, bertahun-tahun kami dizolimi," lirihnya.

Zulkarnain  selaku Direktur PT. Moeis, telah memenangkan perkara hukum melawan H.Muchrid Nasution cs hingga tingkat kasasi Mahkamah Agung. Namun kenyataannya, Zulkarnain hingga kini belum dapat menguasai aset PT. Moeis, akibat adanya praktik mafia.

 "Bertahun-tahun kami jadi korban  permainan para mafia. Persekongkolan para mafia itu berhasil menguasai secara tidak sah seluruh aset PT. Moeis,” ungkap Zulkarnain, Senin (10/9).

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011 menguatkan putusan putusan  PN Medan No: 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan tangggal 9 Oktober 2009, putusan PT. Medan No: 423/Pdt/2009 tanggal 20 Januari 2010.

 Putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1262 K/Pdt/2011, tanggal 29 November 2011, telah menolak permohonan kasasi H. Muchrid Nasution cs sebagai tergugat/pembanding I, dan turut tergugat I/pembanding II, melawan Dahlina Nasution–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan.


Semasa kritis
Adapun poin putusan tersebut, berisi perintah agar H. Mochrid Nasution memberi ganti rugi dan pembayaran keuntungan lahan kebun sebesar Rp 17 miliar  kepada Dahlina–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan, selama Mochrid Nasution menguasai lahan Perkebunan PT. Moeis Siparepare.

 Pihaknya juga memperoleh  salinan Surat Penetapan No. 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan sebagai kelanjutan Surat Putusan Pelaksanaan Sita Jamin No. W2.U1/1923/Pdt.04.10/VIII/2009 tanggal 8 Agustus 2009 dari PN Medan, yang meminta bantuan pelaksanaan sita jamin kepada Pengadilan Negeri Kisaran.

 Ditegaskan Zulkarnain, seluruh akta yang dibuat saat sengketa peradilan, sebelum keluarnya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berkaitan dengan keberadaan saham–saham PT. Moeis telah batal atas nama hukum.

 PT Moeis yang bergerak di bidang perkebunan di Desa Pare-pare, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (pemekaran dari Kabupaten Asahan), memiliki sejumlah aset yang terdiri dari tanah, lahan perkebunan, gedung perkantoran dan bangunan, tersebar di sejumlah kota hingga Malaysia.

 Keseluruhan aset–aset PT. Moeis berupa perkebunan Siparepare seluas 1.073 haktare di Pare–pare, tiga unit pintu rumah toko di Jalan Palang Merah No. 100 – 104 Medan, tanah seluas 1. 834 meter persegi  di Jalan K.L. Yos Sudarso Medan, 250 unit perumahan di Muka Kuning, Batam, Gedung Sopo Godang PT. Moesi di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta.

 Perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare di  Bengkulu, tanah dan bangunan rumah tinggal seluas 1.000 meter persegi di Street Panglima Sekyen, Syah Alam Selangor, Malaysia, serta tanah dan rumah di Perumahan Pondok Gede Blok B2.

 Dijelaskannya, aset yang diwariskan ayah kandung mereka Abdul Moeis Nasution (almarhum) memiliki akte pendirian perusahaan sesuai Nomor: 59 dibuat oleh notaris Kas Muliyanto Ongko alias Ongko Kiem Lian dengan SK Menteri Kehakiman (Menkeh) dengan No: 96/1958 termaktub di dalam Tambahan Lembaran Negara RI No: 74 tertanggal 16 September 1959 didaftarkan dan disahkan Menkeh dengan No: YA,5/49/25. (red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini