Ahli Waris PT Moeis Diintimidasi

Sebarkan:



MEDAN-Meski berada di pihak yang benar, namun penzoliman dan penindasan seolah tak ada hentinya menimpa Zulkarnaen Nasution. Sudahlah harta peninggalan almarhum orangtuanya dirampas secara sepihak, kini ahli waris sah PT Moeis itu justru jadi korban kriminalisasi dan  intimidasi dari mafia tanah berkolaborasi dengan penegak hukum.

 Tak hanya dijadikan tersangka, Zul panggilan akrab Zulkarnaen juga dipaksa menandatangani surat pernyataan yang isinya tak masuk akal.

Bagaimana tidak, dalam surat  tersebut, Zul diminta mengakui semua aset perusahaan orangtuanya sebagai milik  Yuandi, oknum yang mengaku direktur PT Moeis.

 Mirisnya lagi, Zul juga diminta menyatakan bahwa putusan PN Medan, PT Sumut dan Mahkamah Agung yang memenangkannya atas kepemilikan PT Moeis, tidak sah dan batal demi hukum. Jika menolak, pihak Yuandi mengancam akan memenjarakan Zul atas tuduhan kasus pencurian.

 Ya, saat ini Zul menyandang status tersangka di Polres Batubara. Dia dituduh mencuri buah sawit PT Moeis yang notabene adalah warisan orangtuanya sendiri, almarhum H Abdul Moeis Nasution.

"Kami (ahli waris) dipaksa menyerahkan semua aset PT Moeis pada mereka (Yuandi Cs) dengan imbalan uang Rp 1 miliar. Kami juga disuruh menyatakan putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap,  tidak sah dan batal demi hukum," lirih  Zul, Kamis (13/9).

 Intimidasi ini kian lengkap, karena sepekan lalu, Zul juga baru kehilangan Abdul Munir adik kandungnya yang juga ahli waris untuk selamanya. Atas tuduhan melakukan pencurian, Munir ditangkap dan dipenjarakan hingga sakit dan meregang nyawa.

Baca Juga: Ahli Waris PT MOEIS Dipenjarakan Hingga Meregang Nyawa


 Munir ditangkap dan personel Polres Batubara pada 24 Juni lalu di rumahnya, Jalan Sembawa 3,Lingkungan 13 Kelurahan Rengat Pulau, Kecamatan Marelan Indah Medan. Dia ditahan di Polres Batubara lalu dititip ke Rutan Labuhan Ruku Batubara.

 Anehnya, saat diamankan polisi, kondisi Abdul Munir dalam keadaan sehat. Namun sekitar sebulan di tahanan, Munir  mendadak sakit. Tak jelas apa yang terjadi, sekujur tubuhnya bengkak-bengkak. Penangguhan penahanan yang sempat diajukan pihak keluarga juga ditolak polisi.

 Sepekan lalu Munir dilarikan ke rumah sakit di Asahan. Namun kondisinya memburuk hingga dirujuk ke RSU Pirngadi Medan.  Meski masih sakit,  dua oknum jaksa Kejari Asahan justru datang ke rumah sakit dan berniat memboyong Munir untuk disidangkan di PN Asahan.

 Kenyataan itu membuat Munir kian syok hingga meninggal  pada Sabtu (6/9) sekira pukul 14.00 WIB. "Hukum di negara ini seolah sudah tak ada lagi. Saya sudah kehilangan adik, sekarang saya juga dipaksa menyerahkan semua warisan ayah kami. Dimanakah keadilan itu?" tanyanya.

 Meski dizolimi, namun Zul tak patah arang. Dia meyakini keadilan masih ada. "Hukum dan kebenaran harus ditegakkan, kami akan terus berjuang mendapatkan keadilan. Sampai kapan ketidakadilan dibiarkan di negeri ini, harus berapa banyak lagi warga yang harus jadi korban para mafia tanah dan hukum itu," tegasnya.

 Zul juga meminta perlindungan dan bantuan pada Presiden RI Jokowi, Jaksa Agung dan Kapolri juga Gubernur Sumut terpilih. "Tolong bantu kami rakyatmu pak, tindak tegas para mafia tanah dan hukum itu. Tindak juga para pejabat yang membela mereka. Bebaskan  Sumut ini dari kekejaman mereka," pintanya.

 Seperti diketahui, Zulkarnaen selaku Direktur PT. Moeis, telah memenangkan perkara hukum melawan H.Muchrid Nasution Cs hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Namun kenyataannya, setahu bagaimana, aset-aset PT Moeis justru dikuasai pihak ketiga (Yuandi Cs). Alhasil, hingga kini Zul belum dapat menguasai aset PT. Moeis.

 "Bertahun-tahun kami jadi korban  permainan para mafia. Persekongkolan para mafia itu berhasil menguasai secara tidak sah seluruh aset PT Moeis,” ungkap Zul. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011 menguatkan putusan putusan  PN Medan No: 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan tangggal 9 Oktober 2009, putusan PT. Medan No: 423/Pdt/2009 tanggal 20 Januari 2010.

 Putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1262 K/Pdt/2011, tanggal 29 November 2011, telah menolak permohonan kasasi H. Muchrid Nasution Cs sebagai tergugat/pembanding I, dan turut tergugat I/pembanding II, melawan Dahlina Nasution–Zul Nasution dan kawan–kawan.

 Adapun poin putusan tersebut, berisi perintah agar H. Mochrid Nasution memberi ganti rugi dan pembayaran keuntungan lahan kebun sebesar Rp 17 miliar  kepada Dahlina–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan, selama Mochrid Nasution menguasai lahan Perkebunan PT. Moeis Siparepare.

 Pihaknya juga memperoleh  salinan Surat Penetapan No. 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan sebagai kelanjutan Surat Putusan Pelaksanaan Sita Jamin No. W2.U1/1923/Pdt.04.10/VIII/2009 tanggal 8 Agustus 2009 dari PN Medan, yang meminta bantuan pelaksanaan sita jamin kepada Pengadilan Negeri Kisaran.

 Ditegaskan Zul seluruh akta yang dibuat saat sengketa peradilan, sebelum keluarnya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berkaitan dengan keberadaan saham–saham PT. Moeis telah batal atas nama hukum.

 PT Moeis yang bergerak di bidang perkebunan di Desa Pare-pare, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (pemekaran dari Kabupaten Asahan), memiliki sejumlah aset yang terdiri dari tanah, lahan perkebunan, gedung perkantoran dan bangunan, tersebar di sejumlah kota hingga Malaysia.

 Keseluruhan aset–aset PT. Moeis berupa perkebunan Siparepare seluas 1.073 haktare di Pare–pare, tiga unit pintu rumah toko di Jalan Palang Merah No. 100 – 104 Medan, tanah seluas 1. 834 meter persegi  di Jalan K.L. Yos Sudarso Medan, 250 unit perumahan di Muka Kuning, Batam, Gedung Sopo Godang PT. Moeis di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta.

 Perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare di  Bengkulu, tanah dan bangunan rumah tinggal seluas 1.000 meter persegi di Street Panglima Sekyen, Syah Alam Selangor, Malaysia, serta tanah dan rumah di Perumahan Pondok Gede Blok B2.

 Dijelaskannya, aset yang diwariskan ayah kandung mereka Abdul Moeis Nasution (almarhum) memiliki akte pendirian perusahaan sesuai Nomor: 59 dibuat oleh notaris Kas Muliyanto Ongko alias Ongko Kiem Lian dengan SK Menteri Kehakiman (Menkeh) dengan No: 96/1958 termaktub di dalam Tambahan Lembaran Negara RI No: 74 tertanggal 16 September 1959 didaftarkan dan disahkan Menkeh dengan No: YA,5/49/25. (red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini