Putusan Praperadilan Marsal Dicurigai 'By Order'

Sebarkan:
Suasana sidang prapid
Oleh: Daulat Sihombing, SH, MH

Hakim tunggal Praperadilan Pengadilan Negeri Simalungun, Ruziyanti, SH, dalam sidang Perkara Nomor : 08/Pid.Pra/2018/PN. Sim, 18/7/2018, antara Mara Salem Harahap selaku Pemohon melawan Kapolres Simalungun selaku Termohon, memutuskan bahwa permohonan praperadilan terhadap tindakan Termohon dalam penetapan dan penahanan Pemohon  sebagai Tersangka, dinyatakan gugur karena sidang pertama pokok perkara telah digelar pada tanggal 16/7/2018.

Dalam persidangan Praperadilan  yang dihadiri Daulat Sihombing, SH, MH (Advokat dari Kantor Sumut Watch) dan Besar Banjarnahor, SH (Ketua LBH Siantar – Simalungun) selaku kuasa Pemohon, berikut Weldin Purba, SH (AIPTU Pol dan Binsar Damanik (IPDA Pol) selaku kuasa Termohon, Hakim Roziyanti, SH, menyimpulkan berdasarkan bukti T-33 s/d 36, sidang pertama perkara pokok an. Terdakwa Mara Salem Harahap telah digelar di Pengadilan Negeri Simalungun, 16/7/2018.

Pada sidang pokok perkara, 16/7/2018, kata Roziyanti, SH, Majelis Hakim telah memeriksa identitas Terdakwa an. Mara Salem Harahap, sebagai syarat bahwa perkara pokok telah digelar dan sesuai ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP bahwa permohonan Praperadilan dinyatakan gugur ketika sidang pertama perkara pokok terdakwa telah disidangkan di pengadilan, maka atas dasar itu permohonan Praperadilan Pemohon dinyatakan gugur.

Daulat Sihombing, SH, MH, sangat menyesalkan putusan Hakim Ruziyanti, SH, yang sangat sumir tentang gugurnya Praperadilan.  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 102/PUU-XIII/2015, tanggal 09 Nopember 2016, secara jelas dan tegas telah menyatakan bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf d UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “suatu perkara sudah mulai diperiksa” tidak dimaknai  “permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/ pemohon praperadilan”.  Mahkamah mempertimbangkan bahwa yang dimaksud dengan sidang pertama terhadap pokok perkara ialah sidang tentang pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.


INDIKASI PERSEKONGKOLAN

Daulat Sihombing, SH, MH, Advokat pada Kantor Sumut Watch yang didampingi Besar Banjarnahor, SH, selaku Kuasa Hukum Mara Salem Harahap  mengatakan, bahwa  meski  kecewa terhadap putusan Hakim Praperadilan, Ruziyanti, SH, karena tidak mengakomodir substansi gugatan Pemohon namun juga tidak terkejut, karena sejak awal sudah melihat sejumlah indikasi kejanggalan termasuk kejanggalan dalam pertimbangan putusan.   Pertama, Jaksa Penuntut Umum dibantu aparat kepolisian, secara sewenang- wenang dan tanpa surat panggilan telah menggunakan kekuasaan ekstra untuk memaksa menghadirkan Tersangka Mara Salem Harahap yang sedang sakit agar mengikuti sidang perkara pokok yang dipaksakan tertanggal 16 Juli 2018. 

Kedua, Majelis Hakim yang mengadili perkara pokok pada persidangan pertama terdiri dari Abd. Hadi Nasution, SH, MH sebagai Ketua, Nasfi Firdaus, SH, MH sebagai Anggota dan Ruziyanti, SH (Hakim Praperadilan an. Pemohon Mara Salem Harahap) sebagai Anggota Pengganti.  Sekalipun Hakim Ruziyanti, SH, pada persidangan Praperadilan, 16/7/2018, memberi klarifikasi bahwa dalam sidang perdana perkara pokok, semata- mata hanyalah Hakim Pengganti karena salah satu Hakim Anggota berhalangan,  akan tetapi Hakim Ruziyanti, SH telah melegitimasi atau mengabsahkan sidang perdana perkara pokok.  Logikanya, bila Hakim Praperadilan Ruziyanti, SH tidak ikut sebagai Hakim Anggota Pengganti, maka sidang pertama perkara pokok yang menjadi pertimbangan dalam menggugurkan permohonan Praperadilan Pemohon, pasti tidak dapat digelar atau dilaksanakan.

Ketiga, dalam pertimbangan putusan Praperadilan an. Pemohon Mara Salem Harahap, Hakim Ruziyanti, SH, sama sekali tidak mempertimbangkan bukti – bukti Pemohon akan tetapi hanya mempertimbangkan bukti Termohon yang bersumber dari institusi kejaksaan, pengadilan dan secara khusus majelis hakim perkara pokok berupa bukti T-35 dan T-36, yang diserahkan kepada Termohon namun tidak diserahkan kepada Pemohon. Bukti T- 35 s/d T – 36, patut diindikasikan sebagai “konspirasi” atau “persekongkolan” untuk menggugurkan permohonan Praperadilan Pemohon. 

Daulat Sihombing, SH, MH, mengatakan terhadap sejumlah kejanggalan tersebut pihaknya berkesimpulan bahwa putusan praperadilan an. Pemohon Mara Salem Harahap, layak dicurigai sebagai “ BY ORDER”, dan karena itu akan dilaporkan ke Jaksa Agung RI,  Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial RI dan Mahkamah Agung RI.


(Pematangsiantar,  18 Juli 2018)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini