Menerima Masukan 11 LSM, Moeldoko Pahami RKUHP Harus Sesuai Zaman dan Utamakan Rakyat

Sebarkan:


Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima perwakilan Aliansi Reformasi KUHP Nasional yang terdiri dari ICW, ICJR, LBH Jakarta, YLBHI, MaPPI FH UI, PSHK, PKNI, LBH Masyarakat, LBH Apik, PBHI, dan LeIP, Senin 25 Juni 2018. Aliansi diwakili oleh Christian Dominggus (LBH Masyarakat), Andreas Marbun (MaPPI FH UI), Adery Ardhan (MaPPI FH UI), Muhammad Isnur (YLBHI), Erasmus Napitupulu (ICJR), Sustira Dirga (ICJR), Agus Sunaryanto  (ICW), dan Lalola Easter (ICW).

Aliansi Reformasi KUHP Nasional memandang RKUHP belum waktunya untuk disahkan karena akan menyengsarakan rakyat, berimplikasi pada demokrasi, dan belum sepenuhnya mendukung pemberantasan korupsi. Aliansi Reformasi KUHP Nasional berharap pengesahan RKUHP dapat ditunda dan Kementerian Hukum dan HAM membuka kembali ruang diskusi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan proses pembahasan dan perumusan kebijakan yang inklusif dan pro-rakyat kecil.

Aliansi Reformasi KUHP Nasional memberi beberapa catatan bagi Kantor Staf Presiden terkait RKUHP. Pertama, RKUHP justru menghukum kelompok rentan dan miskin karena tidak memiliki bukti perkawinan. RKUHP memberi ancaman pidana pada hubungan seks di luar pernikahan yang diakui oleh negara. Hal ini berpotensi terjadi kriminalisasi bagi kelompok miskin yang 55% tidak memiliki bukti perkawinan dan tinggal di daerah yang jauh dari fasilitas pencatatan sipil. Pengesahan RKUHP berpotensi menghambat program pendidikan 12 tahun karena pernikahan akan semakin dirasa sebagai pilihan rasional untuk menghindari ancaman penjara akibat perilaku seks di luar nikah.

Kedua, Larangan penyebaran informasi tentang kontrasepsi dalam RKUHP berpotensi menghambat program kesehatan dan akses terhadap layanan HIV. Kementerian Kesehatan mengandalkan tokoh-tokoh masyarakat untuk menyebarluaskan kampanye tersebut, kelompok masyarakat ini yang berpotensi untuk terjerat pidana.

Ketiga, RKUHP memuat 1.154 pasal dengan ancaman pidana penjara, padahal Pemerintah sedang kesulitan dengan kelebihan kapasitas penjara dan anggaran Polri yang hanya cukup untuk membiayai 1/3 laporan yang diterima kepolisian.

Keempat, ada banyak catatan terkait tindak pidana khusus. Untuk tindak pidana korupsi, RKUHP berpotensi menimbulkan duplikasi antara RKUHP dengan UU Tindak Pidana Korupsi. RKUHP tidak secara tegas mengatur tentang tidak ada batasan mengenai daluwarsa penuntutan dan menjalankan pidana untuk tindak pidana pelanggaran berat terhadap HAM. Masih banyak penerjemahan dan pengadopsian Kejahatan Genosida dan Kejahatan terhadap Kemanusiaan yang mengalami kesalahan, yang akan memperburuk pendefinisian kejahatan-kejahatan ini. Masalah narkotika adalah masalah yang sangat dinamis, hal ini terlihat dari perkembangan secara internasional yang selalu berubah, sedangkan RKUHP (nantinya KUHP) bersifat lebih kaku dengan pendekatan pidananya.

Secara khusus Lalola Easter menyampaikan keprihatinan masyarakat terkait hilangnya kekhususan (lex specialis) UU Tindak Pidana Korupsi akibat RKUHP dan potensi duplikasi pengaturan sampai peluang korupsi dagang pasal. Sebagai contoh, delik melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain memiliki minimal denda pidana Rp 200 juta dalam UU Tindak Pidana Korupsi namun delik yang sama memiliki denda pidana hanya Rp 10 juta. Pengesahan RKUHP berpotensi melemahkan semangat pemberantasan korupsi.

“Presiden Joko Widodo akan dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai Presiden pertama yang mengajukan Rancangan KUHP dengan banyak pasal yang kontroversial. Belum ada yang mengajukan RKUHP selain Jokowi.” kata Christian Dominggus dari LBH Masyarakat. Bila disahkan, dalam berbagai kesempatan Presiden Jokowi akan dihadapi berbagai pertanyaan kontroversial terkait KUHP, jika disahkan. Christian menambahkan, “Berbeda dengan UU MD3 yang hanya ada 1-2 pasal yang kontroversial, RKUHP memiliki sangat banyak pasal yang kontroversial.”

“Kajian baru kami terima hari ini, kami akan pelajari lebih dahulu. Namun saya memahami bahwa hukum harus sezaman, yakni sesuai dengan perkembangan zaman.” tegas Moeldoko. Bila benar ada pasal-pasal RKUHP yang tidak sesuai jaman dan bertentangan dengan semangat melindungi rakyat, KSP akan menyampaikan ke Kementerian terkait. Namun Moeldoko juga menyampaikan ada hasil kajian dari Aliansi Reformasi KUHP Nasional yang bisa didiskusikan dan dikritisi. 

Kepala Staf Kepresidenan mengapresiasi kajian yang telah dihasilkan Aliansi Reformasi KUHP Nasional. “Kami sangat mengapresiasi perjuangan teman-teman, semua masukan serta kritikan kami catat dan akan kami pelajari.” kata Moeldoko.

Mantan Panglima TNI. Salah satu fungsi Kantor Staf Presiden (KSP) adalah mendengar. Kantor Staf Presiden akan berkoordinasi dengan berbagai Kementerian terkait untuk memastikan tidak ada pasal dalam RKUHP yang merugikan rakyat terutama rakyat kecil.(alois)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini