Posisi Indonesia mendukung solusi dua negara dalam
konflik Palestina-Israel harus lebih disosialisasikan, agar berbagai organisasi
masyarakat memahami dan bergotong royong mendukungnya.
“Kebetulan tesis S-2 saya soal ini, Israel egois sekali
karena belum mengakui negara Palestina, sedangkan Palestina justru setuju
dengan solusi dua negara (Palestina dan Israel). Kelompok Yahudi Liberal
cenderung setuju dengan solusi dua negara, namun tidak demikian dengan Yahudi
radikal. Di internal Palestina juga beda, faksi Hamas belum mau mengakui Israel,
sementara faksi Fatah menerima solusi dua negara,” jelas Hariqo Wibawa Satria
dari Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi) di Depok, 21 Juni 2018.
Menurut Hariqo, keinginan menghilangkan bangsa lain dari
dunia adalah kebencian yang paling berbahaya dan telah menimbulkan banyak
pembunuhan juga dendam. Pentingnya menghilangkan kebencian pernah disampaikan
Bung Karno di Sidang Umum PBB, 30
September 1960. Dalam pidato berjudul “To Build The World A New” tersebut, Bung
Karno memberi solusi untuk perdamaian dunia, ia mengatakan: Kami dapat
memperlihatkan kepada Tuan-tuan jalannya menuju kearah satu-satunya perlucutan
senjata yang sesungguhnya, yaitu perlucutan senjata di dalam hati manusia,
perlucutan ketidakpercayaan dan kebencian manusia. “intinya Bung Karno
mengatakan, bukan perlucutan senjata yang melahirkan perdamaian, tetapi
perlucutan kebencian dan ketidakpercayaan dari manusia,” ungkap Hariqo.
Hariqo kemudian menjelaskan posisi beberapa pihak terkait
konflik Palestina Israel, diantaranya: Palestina: Solusi dua negara, Israel:
Satu negara Israel, Faksi Hamas Palestina: Satu negara Palestina, Faksi Fatah
Palestina: Solusi dua negara, Yahudi Radikal: satu negara Israel, Yahudi
Liberal: Solusi dua negara, Iran: Mendorong referendum semua penduduk asli
Palestina yang meliputi Muslim, Yahudi, Kristen, Arab Saudi: Solusi dua negara,
Amerika Serikat: Solusi dua negara, namun dirusak Pemerintahan Donald Trump
dengan mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel, AS berpihak pada Israel,
Rusia: Solusi dua negara, Turki: Solusi dua negara, PBB: Solusi dua negara.
Menurut Hariqo yang juga alumnus S-2 jurusan diplomasi
internasional dari Unv Paramadina ini, Saat menjadi Presiden Iran, Ahmadinejad
pernah mengatakan agar Israel dihapus dari peta dunia. Banyak tafsir terkait
pernyataan Ahmadinejad ini, apakah yang dimaksud Ahmadinejad saat itu
menghapuskan penjajahan Israel, atau menghapus bangsa Israel. Yang terlihat
pernyataan keras itu justru membuat beberapa negara di Eropa dan Amerika
bersimpati pada Israel. Sekarang Iran mengatakan bahwa solusi yang mereka
tawarkan adalah referendum bangsa asli Palestina.
Lebih lanjut, Hariqo menambahkan bahwa Amerika Serikat
tidak bisa diharapkan sebagai juru damai, karena Amerika Serikat jelas
mendukung Israel. Demikian juga dengan Iran karena mendukung Palestina. Posisi
kedua negara ini tentu didukung mayoritas rakyat di negaranya masing-masing.
Mungkin posisi Amerika dan Iran benar dari sisi kepentingan nasional mereka,
namun untuk mewujudkan perdamaian Palestina-Isreal, posisi kedua negara ini
harus dikoreksi, terutama oleh warganya masing-masing, media sosial dapat
dimanfaatkan untuk itu.
Sikap Indonesia sendiri sudah tegas seperti dikatakan
Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, A.M. Fachir di Paris, Perancis, 15 Januari
2017 bahwa Indonesia mendukung solusi dua negara dan kemerdekaan Palestina
hanya dapat dicapai apabila seluruh isu utama seperti pemukiman ilegal,
pengungsi Palestina, status kota Yerusalem, status perbatasan dan masalah
keamanan serta air dapat diselesaikan.
“Indonesia berpeluang jadi mediator karena kita punya
wasathiyyah Islam yang lebih baik ketimbang negara-negara berpenduduk muslim
mayoritas lainnya. Namun kekuatan ekonomi, militer, diplomasi kita belum kuat.
Indonesia harus punya kelebihan yang tidak dimiliki negara lain, apakah
Indonesia harus punya nuklir juga, silahkan saja dikaji. Karena itu jangan
sampai kita terpecah-pecah di dalam, sebab itu membuat Indonesia semakin
diremehkan bangsa lain. Jika di banyak negara sunni-syiah bertempur, maka di
Indonesia harus akur. Jika kerukunan antarumat beragama di negara lain buruk,
di Indonesia harus baik,” tutup Hariqo.(rel)