PN Binjai Kosongkan dan Robohkan Rumah Warga

Sebarkan:
Eksekusi pengosongan rumah warga yang dilakukan PN Binjai



Tim Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Binjai melaksanakan eksekusi pengosongan dan penghancuran rumah di Jalan Tengku Amir Hamzah, Kelurahan Jati Makmur, Kecamatan Binjai Utara, Selasa (8/5/2018).

Eksekusi dilakukan menyusul putusan Hakim Pengadilan Negeri Binjai, Nurmala Sirait, pada 2017 silam, terkait gugatan perdata hak kepemilikan tanah seluas 6 x 30 meter persegi, yang dimenangkan pihak penguggat, Pangarepan Tarigan, warga Kelurahan Rambung Dalam, Kecamatan Binjai Selatan, atas pihak tergugat, Saiyah, warga Kelurahan Jati Makmur, Kecamatan Binjai Utara.

Eksekusi dipimpin Juru Sita Pengadilan Negeri Binjai, Sofyan Hadi, dengan disaksikan Kapolsek Binjai Utara, Kompol Syaiful Bahri, Kasubbag Binops Polres Binjai, AKP Muliono, pihak penggugat dan tergugat, serta masyarakat sekitar.

Di tempat itu, belasan pekerja ditugaskan melakukan pembongkaran bangunan, serta pemindahan seluruh perkakas dan perabotan rumah tangga milik pihak tergugat.

Meskipun sempat mendapat perlawanan dari keluarga pihak tergugat, namun proses eksekusi pada akhirnya tetap dilakukan, dengan pengawalan ketat puluhan petugas keamanan gabungan dari TNI/Polri.

"Kami berharap, pihak tergugat dan keluarga tidak menghalang-halangi. Sehingga proses eksekusi ini dapat berjalan lancar, tanpa sempat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," seru Sofyan Hadi, usai membacakan putusan Pengadilan Negeri Binjai.

Kepada wartawan, Juru Sita Pengadilan Negeri Binjai, Sofyan Hadi, menjelaskan, proses ekskusi pengosongan dan penghancuran rumah di lahan seluas 6 x 30 meter persegi itu dilakukan karena pihat tergugat dianggap tidak kooperatif.

Padahal pihaknya sudah dua kali melayangkan surat pemberitahuan kepada pihak tergugat, agar melakukan pengosongan sendiri, pada 8 Februari 2017 dan 30 April 2018.

"Sayangnya, kedua surat pemberitahuan itu tidak digubris oleh pihak tergugat. Padahal kita sudah memberikan jangka waktu pengosongan rumah selama tiga bula. Atas dasar itu kita pun putuskan, untuk melakukan proses eksekusi pada hari ini," ujarnya.

Terkait proses ekskusi tersebut, Sahrul Barus, tidak lain anak dari pihak tergugat, mengaku kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri Binjai. Dia juga menganggap gugatan yang diajukan Pengarep Tarigan tidak mendasar.

Sebab menurut Sahrul, transaksi antara sang penggugat dengan ibunya, hanyalah sebatas transaksi utang-piutang, bukan berupa transaksi jual-beli tanah.

Sebaliknya, dia justru mencurigai ada konspirasi terselubung antara pihak penggugat dengan kakak sulungnya, Zainul Barus, dan Camat Binjai Utara saat itu, Sugiono, terkait proses peralihan hak milik tanah dari sang ibu kepada pihak penggugat.

"Sebenarnya kasus ini sudah kami laporkan ke Polres Binjai dan Polda Sumut, atas dugaan pemalsuan tanda tangan. Namun entah mengapa, polisi menutup kasus ini, karena dianggap tidak cukup bukti," terang Sahrul.

Terpisah, Pangarepan Tarigan selaku pihak penggugat, didampingi adik iparnya, Nasib Pinem, membantah keterangan keluarga pihak tergugat, yang menyatakan dirinya terlibat transaksi utang-piutang dengan Saiyah.

Sebab menurutnya, transaksi tersebut murni jual-beli tanah, meskipun proses pembayarannya dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini, prosea transakai itu disaksikan Nasib Pinem, anak sulung tergugat, Zainul Batus, dan temannya, Suparno.

"Nilai tanah itu sendiri sebenarnya Rp 100 juta. Bukannya Rp 275 juta seperti yang mereka katakan. Sebab saya hanya membeli tanah yang menjadi lokasi eksekusi saat ini. Sedangkan sisa uang Rp 175 itu merupakan nilai tanah di belakang rumah tersebut, antara adik ipar saya dengan Saiyah," jelasnya.

Di sisi lain, Pengarepan Tarigan merasa sangat dirugikan oleh pihak tergugat, baik secara moril maupin materil. Sebab setelah proses pelunasan pembelian tanah, dia justru tidak bisa mendapatkan haknya atas tanah tersebut.

"Awalnya saya tidak punya niat untuk membeli tanah itu. Namun karena si penggugat sedang terdesak dan butuh uang untuk mengurus gugatan hak kepemilikan tanah di samping rumahnya, maka saya bersedia membeli tanah itu, dengan cara mencicil," jelasnya.

Bahkan dalam proses pembayaran itu, lanjutnya. Pengarepan Tarigan harus pula menutupi biaya panjar tanah milik tergugat, yang sempat dibayarkan kepada Yusnaini Harefa, selaku calon pembeli pertama, sebesar Rp 20 juta.

"Namun saat tanah itu hendak saya ambil alih untuk dibangun rumah, justru pihak tergugat dan keluarganya bersikeras tetap bertahan. Sehingga saya putuskan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Binjai, pada 17 Maret 2017 lalu," serunya.(ismail)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini