Hasil Audit BPK, 64 Guru Diminta Kembalikan Dana Sertifikasi

Sebarkan:

Sebanyak 64 guru di Kabupaten Deliserdang penerima dana sertifikasi diperintahkan untuk mengembalikan dana sertifikasi yang diterima.

Pengembalian dana sertifikasi harus dilakukan karena hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI beberapa waktu lalu ditemukan 64 guru menerima sertifikasi melebihi masa kerja golongan. 

Kepala Seksi Pendidik dan Tenaga Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Deliserdang Firman Sembiring kepada wartawan, Senin (21/5/2018) membenarkan 64 guru harus mengembalikan kelebihan dana sertifikasi yang diterima guru yang bersangkutan.

Menurutnya, dana sertifikasi itu ditransfer Dinas Pendidikan ke rekening guru yang menerima sertifikasi berdasarkan Surat Keputusan Tunjangan Profesi tahun 2017 dari Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan yang ditandatangani Sumarna Surapranata Ph.D.

Namun setelah BPK RI melakukan audit, ditemukan 64 guru menerima sertifikasi melebihi masa kerja golongan.

Masih menurut Firman Sembiring, kelebihan dana sertifikasi yang diterima guru bervariasi. Ada yang sebesar Rp 334 ribu, Rp 1.840.000, Rp 500 ribu dan paling besar sebesar Rp 9.149.070 yang diterima oleh Erni Supiana boru Tarigan guru SD di Lubang Ido.

"Total yang harus dikembalikan sebesar Rp 151.674.655,” ujarnya.

Hingga saat ini, lanjut Firman, sudah 32 guru yang mengembalikan dana kelebihan dana sertifikasi dengan total Rp 54.333.395.

“BPK RI memberikan tempo pengembalian paling lambat akhir Juli 2018. Saat ini kita berupaya agar guru secepatnya mengembalikan kelebihan dana sertifikasi yang diterima," ungkapnya.

Pengembalian itu sesuai Surat Perintah Pengembalian Dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tunjangan Khusus Tahun 2017 Nomor : 424/2847/PK/2018 tanggal 9 Mei 2018 yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Deliserdang Wastianna Harahap.

Ditanya kenapa bisa guru menerima dana sertifikasi, Firman mengatakan, Dirjen mengambil data bersumber dari daftar pokok pendidik (Dapodik). Dapodik sekolah bersumber dari data atau dokumen guru masing-masing penerima sekolah.

"Diduga guru atau operator yang memasukkan data yang salah, bisa saja memasukkan data hanya berdasarkan cakap-cakap, tidak berdasarkan masa kerja golongan,” jelasnya. (Manahan)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini