Salut...! Pengacara Muda Medan Ini Menangkan Perkara Proyek 'Raksasa' di PTUN Banda Aceh

Sebarkan:


 Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Banda Aceh, mengabulkan gugatan PT Proteknika Jasapratama (rekanan) seluruhnya, terhadap Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).

Putusan itu dibacakan Hujja Tulhaq SH, MH (hakim ketua) bersama Rahmad Tabrani, Sh dan Miftah Sa’ad Caniago, SH (anggota) di PTUN Banda Aceh, Lueng Bata, Banda Aceh, Kamis (19/4/18).

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan batalnya Surat Pejabat PPembuat Komitmen (PPK) Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim-LH) Kabupaten Abdya, Nomor 644/516/2017, perihal, pemutusan kontrak pembangunan Pasar Modern Kabupaten Abdya (Multiyears Otsus) 29 September 2017, dan mewajibkan Pemkab Abdya selaku Tergugat untuk mencabut surat tersebut, serta menghukum Tergugat membayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa ini Rp 200 ribu rupiah.

Kuasa hukum PT Proteknika Jasapratama (Penggugat) Ranto Sibarani, SH mengaku lega dengan putusan majelis hakim itu. Dia berharap Pemkab Abdya mematuhi apa yang telah diputuskan. ”Kita tidak mempersoalkan siapa kalah dan menang, yang penting apa yang telah diputuskan majelis hakim untuk dipatuhi semua pihak, dan berharap klien saya dapat melanjutkan pengerjaan proyek tersebut,” harap Ranto Sibarani, SH saat memberi keterangan pada awak media pers di Banda Aceh, usai sidang.

Cerita Ranto, kliennya menggugat lantaran mengalami kerugian akibat surat PPK Dinas Perkim-LH, dan kehilangan pekerjaan serta berpotensi tak bisa mengikuti lelang (blacklist). Selain itu, kliennya juga mengalami kerugian akibat tidak mendapat pembayaran termin II dari pelaksanaan proyek tersebut senilai Rp 3,7 miliar lebih. Padahal, kliennya telah mengajukan dua kali permintaan pembayaran termin II pada Dinas Perkim-LH dan setuju membayar termin II pada 30 Mei 2017 senilai Rp 3,75 miliar, untuk memastikan pekerjaan bisa berlanjut. Tapi, Dinas Perkim-LH tak pernah merealisasikan pengajuan pembayaran.

Nah, menghindari kerugian, kliennya sempat mengembalikan pekerjaan Perkim-LH pada 9 Juni 2017 lalu. Tapi, tidak memberikan kejelasan sikap terhadap pengembalian pekerjaan itu sehingga kliennya terus menerus membayar sewa aneka peralatan dan gaji 120 pekerja penjaga peralatan serta lapangan. Nilai kerugian diestimasi Rp 130 juta per hari.

Selanjutnya, kliennya kembali mengajukan termin II, Rp 6,5 miliar lebih pada September 2017, sesuai dengan progres pekerjaan. Namun, Dinas Perkim-LH malah mengeluarkan Surat Pemutusan Kontrak Nomor: 644/516/2017, 29 September 2017 lalu, meski masa kontrak masih berlaku hingga 20 Oktober 2017.

“Alasan pemutusan kontrak sepihak tersebut, karena mereka menilai ada deviasi 46,4 persen lebih. Padahal klien kami bisa menjelaskan penyebab deviasi tersebut terjadi di luar kehendak (keadaan kahar), seperti aksi demonstrasi masyarakat yang melarang kontraktor masuk ke lokasi pekerjaan dengan menyetop truk-truk, hingga hambatan cuaca yang hujan terus menerus,” katanya.

Namun, lanjut Rinto, kliennya ingin pasar modern tersebut dapat dilanjutkan pekerjaannya. Karena, pasar tersebut telah menjadi icon Kabupaten Abdya, jika tidak dilanjutkan lagi maka pembangunannya dapat merugikan masyarakat setempat. Apalagi, setelah pasar tersebut selesai dapat menjadi tempat usaha untuk menggerakkan ekonomi warga setempat.

”Kami meminta semua pihak patuh, dan kalau tidak dipatuhi tentu kami akan menempuh cara-cara yang dimungkinkan secara hukum. Ini bukan mementingkan kehendak klien saya, tapi kalau tidak dilanjutkan lagi pengerjaannya, bangunan yang sudah dikerjakan akan terbengkalai,” ungkap Rinto.

Untuk diketahui, pembangunan Pasar Modern Pemkab Abdya dimenangkan PT Proteknika Jasapratama, dengan pagu anggaran Rp 58 miliar lebih dari dana Otonomi Khusus (Otsus) dan dikerjakan multiyears. Kontrak pengerjaan berlaku selama 600 hari atau sejak 29 Februari 2016 hingga 20 Oktober 2018. Namun, 29 September 2017 Dinas Perkim-LH memutuskan kontrak secara sepihak. Sehingga, PT Proteknika Jasapratama membawa kasus itu pada ranah hukum.*


Pembangunan pasar modern dengan sistim proyek multiyear tahun 2016 memasuki proses lelang pada Layanan Pengadaan Secara Elektronic (LPSE).

Kepala Dinas PU Abdya, Rahwadi di Blangpidie, Sabtu 6 Februari 2016  mengatakan, pihaknya telah membuka akses jalan selebar 15 meter dari arah pesantren Bustanul Huda, ke lokasi pembangunan pasar modern dikawasan Desa Keude Siblah, Blangpidie.

Bupati Aceh Barat Daya, Jufri Hasanuddin melakukan peletakan batu pertama pembangunan pasar modern senilai 60 miliar di Gampong Keudee Siblah Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat, Senin (14/3/2016). Pengerjaan proyek dilaksanakan PT. Proteknika Jasa Pratama yang beralamat di Jakarta. Sementara pengawas pembangunan oleh PT. Inochi Consultan beralamat di Banda Aceh.

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) melalui surat tertanggal 6 September 2017, menilai kontrak Pasar Modern Kabupaten Abdya dengan anggaran sebesar Rp 58,68 miliar yang dilakukan secara multiyears tidak sesuai dengan pasal 54A ayat (6) Permendagri Nomor 21 Tahun 2011.

Pihak Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) memutuskan kontrak pengerjaan proyek pasar modern senilai Rp 58 miliar, melalui surat yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perkim dan LH Abdya, Jumat (29/9/2017) karena terjadinya deviasi pekerjaan sebesar 46,48 persen.

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup, Abdya Azhar Anis Rabu (25 Oktober 2017), mengatakan pemutusan kontrak proyek pembanguan Pasar Modern dikarenakan kesalahan kontraktor sendiri. Pasalnya hingga 26 Agustus 2017, progres fisik hasil rekomendasi Inspektorat baru mencapai 26 persen.

Bupati Abdya Akmal Ibrahim mengirim surat ke Gubernur Aceh untuk meminta mengalihkan anggaran proyek pasar modern untuk kegiatan prioritas lainnya. Surat bernomor 050/911/2017 dikirimkan pada tanggal 21 Agustus 2017.

Pada 27 September 2017, surat balasan yang dikirimkan Pemerintah Aceh bernomor 050/23874 menjelaskan pembangunan proyek Pasar Modern Abdya yang bersumber dari otonomi khusus (otsus) itu tidak dapat disetujui untuk dialihkan dengan beberapa pertimbangan.

Jufri Hasanuddin Selasa (24/10/2017), menjelaskan surat pemberhentian pekerjaan dikeluarkan pada tangal 14 Agusutus 2017, tepat ketika Akmal Ibrahim dilantik menjadi bupati. Surat pemberhentian pekerjaan diteken oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup Abdya, Musliadi.

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh, Sabtu, 20 Januari 2018 mulai mendalami kasus dugaan korupsi pembangunan Pasar Modern Abdya yang menelan anggaran sebesar Rp 58,68 miliar.

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kamis, (19/4/2018) membatalkan surat pemutusan kontrak pembangunan pasar modern di kabupaten Abdya oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perkim dan Lingkungan Hidup terhadap PT Proteknika Jasapratama.(rel)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini