Diberitakan tak sesuai fakta alias HOAX di sejumlah media cetak dan
online terbitan Kota Medan, membuat keluarga almarhum Agung Rotama Sibarani
(25) protes. Ditegaskan melalui kuasa hukumnya, Ranto Sibarani, kematian tragis
yang dialami korban di rel Kereta Api Bandara Kualanamu di Jalur Jalan Wahidin
Kelurahan Pandau Hulu Kecamatan Medan Kota, bukan karena bunuh diri.
“Ya, kami menyampaikan klarifikasi terhadap pemberitaan
di beberapa Media Cetak dan Online pada beberapa hari yang lalu terkait dengan
meninggalnya Agung Rotama Sibarani. Korban murni meninggal dengan luka parah
tubuh terpotong akibat dilindas Kereta Api,” kata pengacara muda ini.
Dikatakannya, beberapa media telah memberitakan kematian
korban dengan menampilkan foto Agung
Rotama Sibarani dan beberapa media turut memuat foto seorang anak perempuan
berusia 15 Tahun berinisial GKS dengan menghubungkannya sebagai penyebab
kematian korban.
“Perlu kami sampaikan, tidak benar korban bunuh diri
disebabkan oleh putus cinta dengan perempuan yang dimuat dalam pemberitaan
tersebut. Korban mengidap suatu penyakit yang bisa kambuh seketika yang dapat
dibuktikan dengan riwayat pengobatan yang dialaminya,” kata Ranto.
Masih katanya, foto perempuan yang dimuat dalam
pemberitaan tersebut adalah berinisial GKS yang saat ini masih berusia di bawah
umur. GKS sendiri merupakan saudara sepupu kandung dari korban. Orangtua
perempuan GKS adalah boru Sibarani dan merupakan adik kandung orangtua lelaki dari
si Korban.
Soal korban menyimpan foto GKS di dompetnya, itu karena
sudah menganggap GKS sebagai adik kandungnya. “Korban juga sempat tinggal di
rumah GKS di Simalingkar, Medan. Jadi tidak
benar korban memiliki hubungan asmara (berpacaran) dengan GKS atau anak
perempuan yang fotonya dimuat dalam pemberitaan tersebut,” ujarnya seraya
berharap agar masyarakat yang sudah sempat membaca berita HOAX itu dapat
memahami kebenarannya.
Ranto juga menyebutkan, tidak patut dan tidak beralasan
menghubung-hubungkan kematian korban dengan GKS yang masih anak-anak. Pemberitaan
tersebut dibuat sangat tidak berimbang (Uncover bothside) tanpa melakukan
klarifikasi kepada pihak keluarga korban maupun pada pihak keluarga GKS.
Isi pemberitaan tersebut terkesan menganggap GKS adalah
penyebab kematian daripada Korban yang menyebabkan dampak bagi psikologis GKS. “Parahnya, anak perempuan yang fotonya
dimuat dalam pemberitaan tersebut, saat
ini mengalami depresi dan mendapatkan cemoohan (bullying) dari orang-orang yang
menganggap benar HOAX itu,” kesalnya.
Ranto menekankan, pemberitaan yang tidak sesuai dengan
kenyataan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999
Tentang Pers; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik; Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; dan berpotensi melanggar
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
“Untuk itu, demi menghindari dampak hukum dari
pemberitaan tersebut, kami meminta
kepada rekan-rekan media yang sudah terlanjur menyebarkan pemberitaan yang
salah kaprah tersebut, agar meluruskan pemberitaan sesuai dengan kenyataan yang
sesungguhnya dan memuatnya di media masing-masing selambat-lambatnya 7 hari
sejak dibuatnya surat keberatan ini,” katanya.
Begitu pun, kata Ranto Sibarani, kepada rekan-rekan media
yang tidak terlibat dalam pemberitaan tersebut termasuk METRO ONLINE, mereka berharap
kerjasamanya untuk dapat meluruskan informasi tersebut.(ist)