Neta S Pane : Satgas Anti Politik Uang Harus Mengusut Pernyataan La Nyalla

Sebarkan:

Pasca beredarnya pernyataan La Nyalla Matalutti bahwa agar bisa ikut dalam Pilkada Jawa Timur (Jatim) dengan memberikan uang mahar Rp 40 Milliar, mengundang perhatian publik.

Termasuk perhatian Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Tak hanya itu, IPW meminta agar hal tersebut segera diusut oleh Satgas Anti Politik Uang Mabes Polri.

"Nyanyian La Nyalla Matalutti bahwa dirinya dimintai uang Rp 40 Milliar oleh Prabowo, agar bisa ikut dalam Pilkada Jatim perlu ditelusuri dan diusut Satgas Anti Politik Uang Polri. Tujuannya agar kasus politik uang di balik Pilkada Serentak 2018 bisa terbongkar," ujar Neta S Pane, Jumat (12/1/2018).

Neta mengatakan, dengan terbongkarnya kasus politik uang itu bisa diketahui siapa saja yang terlibat, siapa saja yang menjadi korban dan partai mana saja yang doyan politik uang pada Pilkada 2018.

"Dengan Kasus La Nyalla harus menjadi pintu masuk bagi Satgas Anti Politik Uang Polri untuk menciptakan Pilkada yang bersih dan berkualitas," bebernya.

Sebelum La Nyalla, lanjutnya, Dedi Mulyadi yang menjabat Bupati Purwakarta juga pernah mengaku bahwa dirinya diminta Rp 10 Milliar oleh oknum Golkar agar bisa mendapatkan rekomendasi untuk maju ke Pilkada Jabar. 

"Apa yang dikatakan La Nyalla maupun Dedi bukanlah hal baru. Isu uang mahar sudah menjadi rahasia umum di balik pencalonan kepala daerah. Belenggu uang mahar ini sulit untuk dibuktikan. Padahal ia menjadi salah satu penyebab berkembangnya politik biaya tinggi dan maraknya korupsi yang melibatkan kepala daerah," terangnya.

Dengan terbentuknya Satgas Anti Politik Uang, tambah Neta, isu uang mahar ini harus diusut dan disapu bersih dengan adanya pengakuan La Nyalla dan hal ini  bisa menjadi momentum bagi Satgas Anti Politik Uang Polri untuk membongkar sinyalemen selama ini tentang uang mahar di balik Pilkada.

"Bagaimana pun kasus uang mahar ini merupakan bagian dari politik uang di balik Pilkada. Kasus uang mahar inilah yang membuat Pilkada menjadi tidak berkualitas," tegasnya.

Memang untuk sementara ini, dalam kasus La Nyalla maupun kasus Dedi belum ada unsur pidananya, sehingga sulit bagi Satgas untuk memprosesnya secara hukum. 

"Kasus ini sarat dengan urusan etika dan moralitas politik agar ke depan perkara uang mahar dan politik uang bisa diminimalisir. Satgas bisa menggunakan UU Pemilu, KUHP dan ketentuan lain untuk menelusurinya agar kasusnya bisa terkuak," tukasnya.

Untuk itu, sambung Neta, Satgas perlu mendatangi La Nyalla maupun Dedi untuk mengali kebenaran pengakuan mereka dan mencari tahu siapa saja saksinya serta mencari peluang untuk membongkar kasusnya ke jalur hukum.

Meski tidak bisa diproses secara hukum, tegas Neta, tapi dari penjelasan La Nyalla, Dedi dan saksi-saksi lain, Satgas bisa melakukan antisipasi atau bahkan mungkin bisa melakukan OTT di kemudian hari.

"Pengakuan La Nyalla, meski tidak bisa diproses secara hukum tapi telah menjadi pukulan telak bagi Prabowo dan Partai Gerindra. Jika pengakuan La Nyalla tersebut tidak benar, tentunya Prabowo bisa melaporkannya ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Agar semuanya transparan, Prabowo perlu juga mengklarifikasi pengakuan La Nyalla tersebut," imbuhnya.

Terlepas dari hal itu, Neta menuturkan, IPW memberi apresiasi kepada La Nyalla yang telah membuka kasus ini ke publik sehingga sinyalemen uang mahar di balik Pilkada 2018 semakin nyata.

"Tinggal bagaimana Satgas membuat strategi agar kasus ini bisa diusut. IPW berharap Satgas Anti Politik Uang Polri harus menjadikan kasus La Nyalla ini sebagai momentum untuk memantau, memburu, dan menciduk para pelaku politik uang di balik Pilkada 2018. Sehingga keberadaan Satgas Anti Politik Uang Polri benar-benar nyata dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," pungkasnya. (Jh siahaan)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini