Surat Menteri Keuangan Tegaskan Kondisi Keuangan PLN Parah!

Sebarkan:




Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar secara prinsip menanggapi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno soal adanya risiko gagal bayar utang PT PLN (Persero) sebagai langkah early warning system terhadap kinerja BUMN plat merah tersebut.

“Dengan surat tersebut sebenarnya semakin menegaskan kekhawatiran publik selama ini terhadap kinerja PLN sebagai tulang punggung dalam program 35.000 MW. Bahwa program ambisius tersebut tidak berdasarkan perencanaan yang matang sehingga realisasinya tidak sesuai dengan target yang diinginkan. Disisi lain situasi tersebut tidak diimbangi dengan kinerja keuangan yang memadai sehingga berpotensi memberikan kerugian terhadap negara,” tegas Rofi Munawar dalam rilis pers yang disampaikan kepada media pada hari rabu, (27/9) di Jakarta.

Legislator asal Jawa Timur ini menambahkan, ada baiknya Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Ignasius Jonan maupun Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno segera merespon kondisi tersebut dengan rumusan yang tepat terhadap kinerja PT PLN, sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan resiko yang lebih besar terhadap kinerja ketenagalistrikan nasional.

“Saya pikir potensi gagal bayar sudah sepantasnya diketahui oleh Kementerian BUMN dan ESDM, bagaimanapun PT. PLN secara kinerja operasi dan korporasi berinduk pada dua kementerian teknis tersebut. Apa yang disampaikan oleh Menkeu tentu saja mengkonfirmasi kondisi terkini atas beragam potensi yang terjadi,” tegas Rofi.

Rofi mencermati dalam surat tersebut terdapat beberapa catatan kritis yang disampaikan oleh Menkeu terhadap PT. PLN, utamanya terkait rasionalisasi Tarif tenaga listrik (TTL) dan program 35.000 MW. Dari dua persoalan tersebut PT PLN nampak belum berhasil menurunkan biaya produksi energy primer karena kelemahan dalam melakukan diversifikasi bauran energy.

Secara khusus Rofi juga memberikan perhatian perihal kebocoran surat tersebut ke publik, dirinya melihat bahwa hal ini terjadi karena kelemahan koordinasi dan sistem yang ada di pemerintah sendiri. Surat nomor S-781/MK.08/2017 yang diteken Sri Mulyani pada (19/9) ada lima poin yang disampaikan dan menjelaskan mengenai perkembangan risiko keuangan negara atas penugasan infrastruktur ketenagalistrikan.

Sebagaimana diketahui, menurut laporan keuangan PLN 2016 lalu, PLN memiliki .............. ............ ....
[cut]


Sebagaimana diketahui, menurut laporan keuangan PLN 2016 lalu, PLN memiliki liabilitas jangka panjang sebesar Rp272,15 triliun atau turun 30,11 persen dibanding tahun sebelumnya Rp389,44 triliun. Dari angka tersebut, porsi terbesar berasal dari utang perbankan dengan nilai Rp100,36 triliun atau 36,87 persen dari total pinjaman. Selain itu, perusahaan juga mencatat utang obligasi dan sukuk sebesar Rp68,82 triliun.

Sementara itu, dalam surat tertanggal 19 September 2017 itu terungkap soal kondisi keuangan PLN yang terancam gagal membayar utang. Oleh karena itu, PLN diminta untuk menyesuaikan target investainya.

Surat yang bernomor S-781/MK.08/2017 itu ditembuskan juga kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Direktur Utama PLN, dan Dewan Komisaris PLN itu diduga bocor ke publik.

Berikut lima poin surat Sri Muluani untuk PLN:

1. Kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus menurun seiring semakin besarnya kewajiban untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi. Hal tersebut menyebabkan dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaaan waiver kepada pemberi pinjaman (lender) PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default utang PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.

2. Keterbatasan dana internal PLN untuk melakukan investasi dalam rangka melaksanakan penugasan pemerintah, menyebabkan pendanaan PLN bergantung kepada pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun dari lembaga keuangan internasional.

3. Berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Sementara itu pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target dan adanya kebijakan pemerintah meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.

4. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan pelanggan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan regulasi yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik. Sri Mulyani mengharapkan Jonan dan Rini dapat mendorong PLN melakukan efisiensi biaya operasi (utamanya energi primer) guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang.


5. Terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani menilai perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian investasi PT PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN memenuhi pendanaan investasi dari arus kas operasi, tingginya profil utang jatuh tempo, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal negara (PMN). Hal tersebut perlu dilakukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan salah satu sumber risiko fiskal pemerintah.(rel)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini