Perkara lahan seakan tak
pernah habis-habisnya di ruang lingkup PTPN II. Belum lagi tuntas kisruh
penggusuran yang terjadi di eks Kebun Kwala Bekala, Simalingkar B, Deliserdang
dan di Dusun Cinta Dapat, Desa Brahrang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, kini
muncul lagi riak-riak yang mulai memanas di Tanah Suguhan Tandem Hilir, Desa Hilir I dan II, Kecamatan Hamparan
Perak, Kabupaten Deli Serdang.
Kisruh di Tanah Suguhan
Tandem Hilir ini muncul lantaran surat perintah yang dikeluarkan direksi PTPN
II agar masyarakat mengosongkan areal tersebut. Namun, surat No.
2.TDM/X/872/IX/2017 tertanggal 13 Sept 2017 itu langsung ditanggapi warga
dengan memberi balasan surat bernomor 09/sekj/IX/KMT/2017.
Untuk diketahui, surat
teguran-I PTPN II yang ditandatangani Manajer Kebun Tandem, M Arasy tanggal 13 September 2017 itu menyebutkan,
manajemen berencana melakukan penanaman KBD TG 2018/2019 di areal HGU No 100
Kebun Tandem Rayon Tandem Hilir di Kapvled D Blok 187, 188, 189,190, 191,192,
193, 194 dan 197.
“Maka kami himbau kepada
saudara untuk segera mencabut tanaman dan membongkar gubuk yang berada di areal
tersebut. Terkait hal tersebut, kami berikan waktu dua hari,” begitu isi surat
peringatan yang ditujukan kepada Ketua Kelompok Tani Tanah Suguhan yang
ditembuskan kepada Kapolres Bnjai, Kapolsek Binjai, Camat Hamparan Perak, serta
Danramil Hamparan Perak.
[cut]
>>> PTPN II Bakal
Angkat Kaki>>>
Tapi sepertinya, surat ini
justru bakal menjadi bumerang kepada direksi PTPN II. Setidaknya itu yang
tercium dari hasil penelusuran redaksi. Dari bukti-bukti dokumen yang dimiliki
warga penghuni dan petani Tanah Suguhan, sangat memungkinkan PTPN II bakal
angkat kaki dari sana.
Dijelaskan Ketua Kelompok
Masyarakat Tanah Suguan, Khairul yang didampingi Sekjendnya, Juhran, mereka lah
yang berhak atas lahan tersebut. “Kami sebagai Pengurus Kelompok Tani Tanah
Suguan yang merupakan warga masyarakat Tandem Hilir, Desa Hilir I dan II, Kecamatan Hamparan
Perak, Kabupaten Deli Serdang, menolak dengan tegas klaim PTPN II,” sebut
mereka seperti juga yang tercantum dalam surat balasan tertanggal 15 September
yang ditujukan kepada Dirut PTPN II dan ditembuskan kepada Presiden Republik
Indonesia U.P. Kepala Staff Kepresidenan (KSP) di Jakarta, Menteri BUMN, Menteri
Pertanahan/ ATR / Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN), KOMNAS HAM dan
Kapolda Sumut hingga Kapolsek Hamparan Perak, Danramil Hamparan Perak dan masih
banyak lagi pihak terkait dari pusat hingga daerah.
Sebut Khairul, pihaknya telah
berulangkali meminta kejelasan informasi tentang areal HGU PTPN II di Tandem
Hilir. Akan tetapi pihak PTPN II tidak pernah dapat menunjukkan peta HGU
tersebut. Sehingga sampai dengan sekarang yang manakah yang dimaksud dengan
areal HGU No. 100 itu, sangat tidak jelas.
[Cut]
[Cut]
>>> Warga Miliki
SK Mendagri dan SK Gubsu
“Kami sampaikan kepada
Dirut PTPN II, bahwa masyarakat Tandem Hilir yang saat ini tergabung dalam
Kelompok Masyarakat Tanah Suguan adalah pemilik yang sah atas areal tanah yang
berada di Tandem Hilir seluas 1.925.700 M2 (192,5700 Ha) berdasarkan Surat
Ketetapan Menteri Dalam Negeri RI No. 12/5/14 Tanggal 28 Juni 1951 dan Surat
Ketetapan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 36/K/AGR tanggal
28 September 1951 tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/ Ladang Pasar IV
Pasar V Kampung Tandem Hilir Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang
Provinsi Sumatera Utara,” ujar Khairul sembari memperlihatkan dokumen
berkasnya.
Dijelaskannya lagi, masyarakat
memiliki, menguasai dan mengusahai areal Tandem Hilir tersebut sejak tahun 1951,
dimana sampai dengan sekarang tidak pernah ada pencabutan atau pembatalan
atas Surat Ketetapan Menteri Dalam
Negeri RI No. 12/5/14 Tanggal 28 Juni 1951 dan Surat Ketetapan Gubernur Kepala
Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 36/K/AGR tanggal 28 September 1951.
Oleh karena itu, katanya, kepemilikan
masyarakat atas areal tanah di Tandem
Hilir tersebut adalah sah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di
Indonesia. “Kami masyakat Tandem Hilir memiliki, menguasai dan mengusahai areal
seluas 1.925.700 M2 (192,5700 Ha) tersebut sejak tahun 1951 sebagai areal rumah
huni rakyat dan areal pertanian rakyat baik padi darat, cabe, jagung, ubi,
pisang, kelapa dan tanaman palawija lainnya,” rincinya.
Hal ini berlangsung sampai
dengan sekarang, meskipun sebagian dari areal tanah seluas 1.925.700 M2
(192,5700 Ha) tersebut pernah direbut secara paksa oleh penguasa sekitar tahun
1966 dan diserahkan kepada PTPN IX seluas 131 Ha. Selebihnya dimiliki, dikuasai
dan diusahai oleh masyarakat Tandem Hilir.
Selanjutnya tahun 2015,
Masyarakat Tandem Hilir atau Kelompok Masyarakat Tanah Suguan kembali dapat
mengerjakan sebagain dari areal tanah Suguan tersebut dengan menanaminya dengan
tanaman-tanaman pertanian. “Bahkan sebagian dari lahan kami ini sudah berstatus
surat sertifikat hak milik yang dikeluarkan BPN,” klaimnya.
[cut]
>>> PTPN II Tak
Berhak Lakukan Persekusi
“Berdasarkan alasan-alasan
tersebut, maka Kami menyatakan PTPN II tidak memiiliki alasan hak dan alasan
hukum untuk meng-klaim areal tanah suguan di Tandem Hilir I dan II sebagai areal HGU No. 100. Sehingga
PTPN II juga tidak berwenang untuk memerintahkan Kami Kelompok Masyarakat Tanah
Suguan untuk mencabut tanaman dan membongkar gubuk dari areal tanah sugua Tandem Hilir karena
masyarakat memiliki alasan hak dan alasan hukum yang sah untuk memiliki,
menguasai dan mengusahai areal yang saat ini dikerjakan oleh masyarakat,”
ketusnya.
Apalagi PTPN II memaksakan
akan melakukan okupasi atau melakukan pecabutan atau pembersihan ataupun
pembongkaran atas milik masyarakat di areal tanah Suguan Tandem Hilir, maka
perbuatan tersebut adalah perbuatan melanggar hukum dan hak asasi manusia, yang
lazim disebut sebagai tindakan PERSEKUSI (melakukan eksekusi tanpa ijin
pengadilan).
“Kami berharap PTPN II
sebagai salah satu BUMN Milik Negara di Bidang Perkebunan dapat menghormati
ketentuan hukum yang berlaku dan tidak melaKukan perbuatan-perbuatan main hakim
sendiri. Apabila sdr. Direktur Utama PTPN II merasa memiliki hak atas areal
tanah Suguan tersebut agar menempuh jalur hukum sesuai aturan yang berlaku dan
tidak melakukan perbuatan Persekusi (main hakim sendiri),” ujarnya dengan nada
kesal.
[Cut]
>>> Ini Jawaban
dari Pihak PTPN II
KTU PTPN II Tandem Hilir,
Kornelius Sembiring yang dikonfirmasi redaksi mengatakan, masyarakat Tanah
Suguhan itu pada awalnya setiap kami habis panen, mereka masuk. Tahun 2016, berhasil
kita hempang. Tahun 2017 ini mereka masuk lagi dengan berkas yang sama, ganti
baju menjadi Masyarakat Tanah Suguhan.
“Pada saat kami lakukan
pembersihan yang dihadiri Kapolres Binjai, kami sudah lakukan gelar alas hak
masing-masing. Di situlah kami tunjukkan berkas HGU Nomor 100. Jadi kalau
katanya tidak pernah kami tunjukkan, itu bohong besar,” ujar Kornelius.
Ditambahkannya, memang
waktu itu, pihak masyarakat ada meminta agar berkas HGU difoto copy. Namun
Kornelius Sembiring menolak, karena harus atas seizin dari Direksi PTPN II. “Bagi
kami, HGU ini lebih suci dari kitab suci. Karena itu saya tidak bisa memberikan
kopian kepada sembarang orang, harus minta izin dari direksi. Lagian mereka kan
bukan badan hukum, dan lembaga atau instansi terkait yang resmi,” katanya.
Disebutkannya lagi, HGU
yang mereka tunjukkan pada saat itu sudah dileges oleh pengadilan. “Jadi sampai
detik ini, tanah yang disengketakan ini, yang bersertifikat hanya PTPN II
Tandem Hilir. Kalau masyarakat merasa kuat atas surat-surat tersebut, silahkan
telusuri dan naikkan itu jadi sertifikat, daftarkan ke BPN dan gugat HGU kami,”
ketusnya.
Tapi sampai dengan
sekarang, tambahnya lagi, pengadilan dan BPN tidak ada mengurangi luas HGU PTPN
II Tandem Hilir. “Maka ini masih lah milik PTPN II,” sebut Kornelius.
Disinggung apakah pihaknya
pernah diperlihatkan SK Mendagri dan SK Gubsu tersebut? “Kalau menurut surat
dari BPN, menyatakan bahwa tanah landreform itu pada tahun berapa saya sudah
lupa, semuanya sudah selesai dan tidak ada lagi. Jadi permasalahan mereka itu
sudah diselesaikan,” jawabnya.(red)