Terbitkan SK HTR, Bupati Asahan Diduga Lakukan Maladministrasi

Sebarkan:




Selain tersandung kasus lahan yayasan PMDU Kisaran di Bareskrim Polri di Jakarta, Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang juga diduga melakukan pelanggaran administrasi (maladministrasi) dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Asahan Nomor 438/HUTBUN/2010 tentang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu -- Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR).

BACA JUGA: Bupati Asahan Dipanggil ke Mabes Polri

Dari hasil penelusuran Lembaga Paguyuban Anti Diskriminasi Indonesia (PADI), maladministrasi yang diduga dilakukan Taufan Gama karena izin pemanfaatan hutan kayu tersebut masuk ke 2 wilayah administrasi daerah, yakni Kabupaten Asahan dan wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Sedangkan, menurut peraturan Otonomi Daerah yang berlaku, Bupati tidak boleh menerbitkan izin kelola hutan diluar wilayah administrasi dimana Bupati tersebut menjabat. Sedangkan yang berwenang memberikan izin kelola hutan antar lintas Kabupaten dan Kota adalah Gubernur.

Dalam penerbitan SK HTR tersebut, Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang memberikan izin pemanfaatan hutan seluas 1.262 hektare. Dalam keterangan dokumen pengajuan izin HTR, terdapat tanaman sawit seluas 659,79 hektare yang sudah dikelola oleh masyarakat.

Sedangkan menurut keterangan dari Camat Sei Kepayang, Asmuni dalam surat “Laporan Masalah Tanah Koperasi HTR Mandiri”, tercatat sekira kurang lebih 600 hektare yang diberikan IUPHHK-HTR Bupati Kabupaten Asahan kepada Koperasi Tani Mandiri itu, berada di lain kabupaten, yaitu berada di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Menurut Ketua Umum PADI, Hj. Syahrani Harahap, dugaan maladministrasi yang dilakukan Bupati Asahan tersebut sangat fatal. Penerbitan izin tersebut bisa merugikan masyarakat Kabupaten Labuhan Batu Utara yang tanahnya masuk dalam penerbitan SK HTR itu.

“Pelanggaran yang diduga dilakukan Bupati Asahan terkait penerbitan izin tersebut adalah hal yang sangat mendasar. Mana boleh Kepala Daerah memberikan izin apa pun diluar wilayah administrasi tempat dia menjabat,” ujar Syahrani dalam keterangannya.

Dia menambahkan, saat ini pihak PADI bersama Tim Penasehat Hukum tengah menganalisis dokumen-dokumen terkait penerbitan izin pemanfaatan hutan tersebut.

Izin pemanfaatan hutan yang masuk dalam SK bupati Asahan itu berada di Desa Perbangunan, Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan. Sedangkan yang masuk ke dalam Kabupaten Labuhanbatu Utara berada di Desa Air Hitam, Kecamatan Kualuh Leidong.

Dari data yang diperoleh PADI, sekira 150 masyarakat Desa Air Hitam telah menandatangani surat pernyataan keberatan atas terbitnya izin SK HTR tersebut. Dalam surat itu tertulis, masyarakat Desa Air Hitam keberatan dengan adanya Kelompok Tani Mandiri yang mengatas namakan HTR yang sudah merambah, merusak dan menduduki wilayah Desa Air Hitam, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

“Kita sudah mengumpulkan banyak dokumen terkait penerbitan SK tersebut. Mungkin ada juga pelanggaran lain seperti dokumen syarat pengajuan izin pemanfaatan hutan tersebut. Namun kita tunggu hasil analisis dari tim yang sedang bekerja,” jelas Syahrani.

Ditambahkannya, atas dugaan Maladminitrasi tersebut, PADI sudah membuat laporan ke Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara. Saat ini Ombudsman juga tengah melakukan penyelidikan terkait perkara tersebut.

“Ini kan soal maladministrasi, jadi yang berwenang Ombudsman. Kita harap Ombudsman segera menindaklanjuti laporan kami. Sudah banyak laporan dari masyarakat yang masuk ke kami terkait izin HTR tersebut. Intinya masyarakat banyak yang menderita karena perkebunan yang dikelola masyarakat malah dirampas pihak lain atas dasar SK HTR itu,” pungkasnya. (sandy)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini