Pertemuan dilangsungkan di ruang rapat Kantor Bupati Karo |
Semenjak diawalinya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) pada awal tahun 2010 yang dikelola PT Wampu Elektric Power (WEP)
bersama dua perusahan dari Korea di Desa Rih Tengah Kecamatan Kutabuluh,
Kabupaten Karo yang jaraknya mencapai 75 Km dari Kota Kabanjahe masih saja
dipermasalahkan dan menimbulkan konflik.
Pasalnya, hingga kini perusahan tersebut belum juga
merealisasikan kompensasi ganti rugi lahan dan tanaman terkait kegiatan proyek
pembangunan PLTA. Seperti pembangunan
power house, pemasangan gardu dan penarikan kabel T/L 150 Kv milik PT. WEP di
sejumlah desa dalam 5 wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Berastagi, Kutabuluh,
Tiganderket, Simpang Empat dan Kecamatan Payung. Padahal, pimpinan proyek
raksasa tersebut telah berjanji akan secepatnya membayarkan ganti rugi lahan
kepada warga.
Karena belum terealisasi, warga setempat melakukan
pemblokiran jalan dan pintu gerbang perusahan itu dengan gembok dan bambu.
Bahkan sering menakut-nakuti karyawan. Dengan adanya itu, pihak perusahan telah
melaporkan ke Polres Tanah Karo dan dibuat laporan pengaduan.
Menanggapi itu, Kapolda Sumatera Utara (Kapoldasu) Irjen
Pol. Drs Paulus Waterpauw, Selasa (8/8) melakukan rapat dengan Pemkab Karo yang
dihadiri Bupati Karo Terkelin Brahmana SH dan Wakilnya Cory Sebayang, UPT Dinas
Kehutanan Pemprovsu, Muspika Kutabuluh dan Payung untuk memediasi serta
memfasilitasi untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Rapat tersebut dilangsungkan di ruang rapat Kantor Bupati
Karo Jalan Jamin Ginting No. 17 yang dimulai pukul 11:30 Wib dihadiri tim PT
WEP diantaranya Mr. Park Young Kyu (President Director), Mr. Oh Eui Hoon (Manager), Mr. Mok Eui Soo
(Manager) dan Bayu Purnama (Bussiness Administration).
Kronologis permasalahan dipaparkan Kapolres Karo AKBP Rio
Nababan, SIK. Kejadian pemblokiran jalan oleh warga sudah dilaporkan ke Polres
Karo. Namun begitu, pemblokiran jalan bukan seperti yang diberitakan media
selama ini. “ Hanya tinggal beberapa warga saja yang melakukan pemblokiran jalan.
Sebab dari laporan yang ada, hanya tinggal 6 warga yang belum terealisasi kompensasi ganti rugi lahan dan tanaman
terkait kegiatan proyek pembangunan PLTA,”ujar Kapolres.
Disini ikut hadir perwakilan warga yang terzolimi
dikuasakan kepada Sikap Tarigan, Tambaten Sembiring, Kawar Sembiring, Brenlit
Sitepu dan Sarjana Ginting untuk menyampaikan tuntutan agar PT WEP membayar
ganti rugi lahan dan sewa lahan warga pemilik lahan.
Menurut Sarjana Ginting, PT WEP seakan-akan tidak
mempunyai itikad baik untuk membayar ganti rugi lahan warga. Karena hal ini
merupakan salah satu tindak pidana penyerobotan tanah milik warga sesuai dengan
SK Menhut No. 403 Tahun 2013 butir 7. “Hal ini patut disayangkan, kenapa pihak
penegak hukum malah memihak (membackup) perusahan tanpa melihat duduk
permasalahannya,” ujarnya.
Paparan permasalahan ini juga disampaikan, Danramil 05
Payung Kapt. Arh E. Peranginangin. Yang mana masih banyak warga yang belum
melapor terkait belum terealisasinya pembayaran dana ganti rugi lahan warga
tersebut. “Ini seperti benang kusut, sementara informasi yang kami dapat
dilapangan masih banyak lagi warga yang belum mendapat haknya. Seperti
ladangnya dilewati kabel jaringan Sutet. Kita sudah sering melakukan mediasi
antara PT WEP dengan warga pemilik lahan. Tapi sampai sekarang belum selesai,” ujarnya.
Sedangkan pihak PT WEP menyampaikan bahwa pihaknya
bersedia membayar ganti rugi asalkan di Pengadilan Negeri melalui titip ganti
rugi dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku atau sesuai dengan NJOP. Tidak
seperti yang diminta pemilik lahan seharga Rp.25 ribu per meter. “Kami bersedia
membayar, asalkan di Pengadilan melalui titip ganti rugi dan sesuai dengan
aturan yang berlaku,” ujar Mr. Mok Eui Soo (Manager).
Rapat mediasi ini berlangsung dengan alot dan belum
menemukan titik temu atau keputusan diantara warga dan pihak perusahan. Rapat
masih terus berlangsung yang dimediasi Kapoldasu.(marko)