Perambahan Ratusan Hektare Hutan Karo-Langkat Akan
Direboisasi
Seluas 700 hektare (Ha) konservasi Taman Hutan Rakyat
(Tahura) Bukit Barisan di Desa Kutarayat masuk zona merah Sinabung, Kecamatan
Namanteran, wilayah perbatasan Kabupaten Karo-Langkat, dirambah dan dibabat
habis warga Desa Sigarang-garang dan Sukanalu untuk dijadikan lokasi
perladangan.
Perambahan hutan tersebut telah berlangsung selama 3
tahun terakhir, sejak gunung Sinabung erupsi. Sehingga warga kedua desa
tersebut termasuk Desa Kutarayat dievakuasi atau diungsikan di posko
pengungsian.
Kejadian itu, membuat para warga banyak kehilangan lahan
pertanian akibat tertutup abu vulkanik dan tak bisa lagi di olah. Oleh karena
itu, warga mencari solusi sendiri dengan merambah dan membabat hutan konservasi
(Tahura) Bukit Barisan untuk dijadikan lahan pertanian.
Terkait perambahan itu, Pemerintah pusat dalam hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Dinas Kehutanan UPT
Pengelolaan Hutan Konservasi Tahura Bukit Barisan Pemrovsu mengirim surat
berisi Peringatan Ketiga. Karena sebelumnya, warga telah disosialisasi agar
rumah dan gubuk-gubuk yang telah dibangun dipinggir jalan sepanjang ruas jalan
sebelum perbatasan wilayah Karo-Langkat agar segera dibongkar.
Adapun suratnya berisi antara lain, menghentikan segala
bentuk kegiatan dan segera meninggalkan / mengosongkan segala bentuk bangunan
yang telah dibangun pada kawasan hutan yang telah mereka usahakan semenjak
bencana akibat amukan gunung Sinabung. Apabila tidak mengindahkannya maka akan
diambil tindakan sesuai hukum, yakni membongkar paksa.
Terkait itu, nenek berusia lanjut usia melakukan aksi
duduk bersama ratusan wsarga Desa Sigarang-garang dan Sukanalu. "Lanai kin
danci kami ndarami nakan i bobo doni enda o Tuhan (apakah kami tidak boleh lagi
mencari sesuap nasi didunia ini ya Tuhan? " lirih nande Rulita (60) yang
terduduk lesu ditengah Jalan Jahe desa Kutarayat Kecamatan Namanteran, Senin
(7/8) sekira pukul 11.00 Wib ditengah teriknya matahari.
"Bagaimana lagi caranya, agar kami dapat
melangsungkan hidup kami ini," ungkapnya sambil sesekali menyeka airmatanya.
Nenek sembilan cucu ini juga menceritakan kepedihannya
ketika hidup dipengungsian yang tidur hanya beralaskan selembar tikar dan makan
dengan jatah seadanya. Namun bukan itu yang menjadikan kenekatan aksi yang
dilakukan bersama warga lainnya.
Menurutnya, bantuan yang telah diberikan pemerintah dan
para dermawan selama ini, mereka sangat mensyukuri dan menikmatinya. Meskipun
belum mampu untuk memenuhi kebutuhan lainnya terutama biaya anak sekolah
terutama yang kuliah diperguruan tinggi.
Diakuinya, sejak 2013 dirinya bersama ratusan warga
lainnya mengusahain areal hutan tersebut yang lebih dikenal dengan Dalan Jahe
(Jalan Jahe) jalan tembus Karo - Langkat untuk usaha lahan pertanian. Karena
selama ini, lahan pertanian mereka sudah tidak bisa digunakan lagi.
Untuk itu, jika pemerintah ingin mereboisasi serta
menghijaukan kembali areal lahan Dalan Jahe. Para warga siap dibarisan depan
sebagai pelaku mendukung program pemerintah. Tentunya, sebelum meninggalkan
lahan itu pemerintah bersedia menyiapkan bibit untuk mereka tanam nantinya.
Bukan hanya itu saja, apabila Pemerintah sudah menyiapkan
tempat hunian mereka yang selama ini dijanjikan sudah siap huni. "Jangan
hanya janji janji saja," ungkap warga lainnya.
Ratusan warga telah sepakat dan mewanti wanti pemerintah
apabila setelah mereka meninggalkan lahan tersebut. Kedepannya tidak digarap
pihak lainnya terutama para cukong berkantong tebal. Mengingat selama ini
banyak kasus yang dikatakan kawasan hutan tetapi dimiliki para konglomerat.
"Janganlah kehidupan kami yang sudah luluh lantak
ini dipersulit lagi dengan harta kekayaan milik Tuhan ini," sambung Neni
br Ginting (35).
Ibu muda ini juga menjelaskan kalau saat ini dirinya
tidaklah berada dalam keadaan phisik yang sehat mengingat putra keduanya baru
berusia 2 bulan. Walau demikian dirinya merasa terpanggil untuk memperjuangkan
apa yang menurutnya adalah suatu hal yang harus diperjuangkan bersama demi
kelangsungan hidup masa depan kedua anaknya.
Hasil amatan media dilokasi Dalan Jahe, aksi yang mereka
lakukan sesuai dengan hasil musyawarah warga yang ditandai dengan surat
melayangkan surat ke Bupati Karo Terkelin Brahmana SH dimana isinya Penundaan
Operasi Pemulihan Kawasan hutan yang ditandatangani warga desa beserta tokoh
masyarakat dan diketahui Kepala Desa.
Sedangkan operasi pemulihan Kawasan Hutan Konservasi
Tahura Bukit Barisan Sesuai surat yang dikeluarkan pihak UPT Pengelolaan Taman
Hutan Raya Bukit Barisan dimulai tanggal 7 hingga 11 Agustus 2017. Menurut
warga, aksi mereka juga akan berlangsung mengikuti tanggal dan hari seperti
surat yang mereka terima.
Sementara isu yang beredar, jika para warga penggarap
lahan tidak mengindahkan surat peringatan tersebut. Pihak pemerintah akan
mengeksekusi dengan cara membongkar paksa yang akan didampingi Kepolisian. Isu
ini menguat, sebab kemarin, Minggu (6/8) Kapoldasu Irjen Pol. Drs Paulus
Waterpauw dan jajarannya didampingi Kapolres Karo AKBP Rio Nababan, SIK dan
jajarannya meninjau langsung lokasi tersebut. (marko)