Driver Grab mendatangi Kantor Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut |
Puluhan supir transportasi berbasis online Grab
mendatangi Kantor Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, pada Jumat (4/8/2017)
sekira jam 12.30 WIB.
Mereka diterima langsung oleh Wakil Bendahara Fraksi
Sutrisno Pangaribuan ST di ruang rapat Fraksi PDI Perjuangan.
Dalam pertemuan ini, salah satu perwakilan supir Grab
Rudy menyampaikan razia yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) dan Polisi
Lalu Lintas akhir-akhir ini sudah sangat mengganggu aktifitas mereka untuk
mencari nafkah.
“Kenapa taksi online dikatakan tidak mempunyai izin,
padahal dari 6 bulan lalu masih tetap menerima anggota. Apa mungkin ada
sesuatu, kami sangat terganggu mencari nafkah kalau seperti ini pak?. Kami ini
jadi seperti pelalu kriminal,” ungkapnya kepada Sutrisno.
Selain itu, kata Rudy, mereka juga mengeluhkan tarif
persyaratan transportasi Grab yang sangat memberatkan para supir Grab.
"Harusnya biaya resmi pembuatan syarat tersebut
tidak semahal itu. Menurut informasi, hanya seratus ribuan. Tapi ini diminta
melalui perusahaan sehingga harganya menjadi Rp3-5 juta dengan variasi harga
masing-masing. Itu nilai yang sangat mencekik leher," ketusnya.
Menanggapi pengaduan para supir Grab itu, Sutrisno
menyampaikan bahwa hingga saat ini, belum ada ketentuan atau Peraturan Gubernur
(Pergub) terkait transportasi online ini.
“Dasar mereka melakukan razia apa ? Padahal sekarang ini
belum ada Pergub yang mengatur tentang hal ini. Jadi saya minta razia
transportasi online dihentikan," tegas Sutrisno.
Ditegaskannya lagi, Dinas Perhubungan harus hentikan
kegiatan razia, sampai diambil dan dibahas solusinya.
"Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita
inginkan terjadi dilapangan. Yang pasti, kami selalu terbuka. Jangan sampai ada
rakyat yang menangis di Republik ini," tegas anggota dewan yang terkenal
vokal ini.
Sutrisno juga berjanji akan membawa permasalahan ini
kedalam rapat dengan Komisi A yang membidangi kepolisian dan Komisi D yang
membidangi perhubungan.
"Apabila ada disepakati dalam rapat, kita akan
undang para pihak dan kita akan gelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait
masalah ini," pungkasnya.
Pertemuan yang berlangsung selama 30 menit ini disepakati
untuk mengadakan pertemuan selanjutnya dengan membawa berkas-berkas lain yang
diperlukan.
Sebelumnya, menurut informasi di lapangan, keberadaan
transportasi online di Kota Medan dengan syarat tertentu, dinilai memberatkan
dan merugikan para supir.
Sebab, jika ingin menjadi supir harus membayar
administrasi sebesar 3 juta hingga 5 juta kepada perusahaan/koperasi atau
vendor yang telah memiliki legalitas dari managemen Grab.
Salah seorang supir Grab, Darwin menyatakan keberatan
atas cara yang pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Sumut yang mengharuskan setiap
mobil memiliki stiker persyaratan.
Menurutnya, selain hanya menguntungkan pihak tertentu
selaku pemilik perusahaan, pendapatan mereka jelas akan berkurang karena
sejumlah uang persyaratan yang harus dibayar.
“Pasti kita keberatan. Kalau tidak ada mengurus
persyaratan itu, kami akan dirazia dan mobil ditahan. Padahal iuran tersebut
tak ada manfaatnya kepada kami,” ujarnya kemarin.
Dilanjutkannya, apabila pemerintah mengharuskan adanya
legalitas, seharusnya langsung urus di dinas terkait, bukan ditentukan oleh
perusahaan swasta. Sehingga, segala jenis iuran maupun retribusi yang ada jelas
arahnya.
“Saya tidak akan mendaftar dulu ke perusahaan. Kalau
begini, bukan solusi namanya. Ini sangat memberatkan," tambah Wimawan,
salah satu supir Grab lainnya.
Senada dengan lainnya, Anton, yang juga supir
transportasi berbasis aplikasi, merasa keberatan dengan kebijakan membayar
persyaratan sedikitnya Rp2 juta tersebut kepada perusahaan swasta yang diberi
legalitas.(sandy)