Bedah Rumah Tak Kunjung Tuntas, Warga Langkat Ini Jadi Hidup Numpang

Sebarkan:
[caption id="attachment_81124" align="aligncenter" width="350"] Bedah Rumah Tak Kunjung Tuntas, Warga Langkat Ini Jadi Hidup Numpang [/caption]


Guna menyediakan hunian yang layak huni bagi masyarakat, pemerintah mengusut program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) atau yang lebih dikenal sebagai program bedah rumah. Lewat agenda ini, sebanyak 82.245 unit rumah dengan total anggaran Rp.1,116 triliun selama 2015 lalu.

Jumlah bantuan yang diberikan kepada masyarakat dibagi menjadi dua. Yakni untuk peningkatan kualitas (PK) maksimum Rp.15.000.000 dan pembangunan baru (PB) maksimum Rp 30.000.000.

Seperti yang disampaikan direktur rumah swadaya kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (kemenPURP) dengan definisi rumah tidak layak huni seperti bahan lantai berupa tanah atau kayu kelas IV, bahan dinding berupa bilik bambu, kayu rotan atau kayu kelas IV serta kurang mempunyai ventilasi dan pencahayaan. Bahan atap berupa daun atau genteng plentong yang sudah rapuh, rusak berat, rusak ringan.

Dengan adanya rumah warga dengan kriteria seperti itu, warga dapat mengusulkan ke desa setempat agar bisa nendapatkan bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) atau bedah rumah tersebut.

Salah satunya terjadi di Desa Air Hitam, Kec Gebang, Kab Langkat. Namun dalam menjalankan program bedah rumah seorang warga Simpang Balai Gajah, Kec Gebang diduga fiktif. Sebab saat ini, pengerjaannya menjadi terkatung -katung dikarenakan rumahnya yang tidak kunjung selesai.

Jafar Sidik adalah salah satu warga Desa Air Hitam yang mendapatkan program bedah rumah tersebut. Tepatnya di Dusun 7 Simpang Balai Gajah. Jafar yang kesehariannya bekerja mocok-mocok dan memiliki 5 orang anak itu terpaksa hidup dengan menumpang dikarenakan rumahnya belum kunjung selesai dibangun.

Jafar yang sebelumnya memiliki rumah reyot, berlantai tanah dan berdinding bilik bambu, menjadi salah satu penerima program bedah rumah, berharap memiliki tempat tinggal yang layak. Namun kini, Jafar beserta 5 orang anaknya malah hidup menumpang di rumah saudaranya akibat pengerjaan yang tak tuntas itu.

Seperti yang disampaikan Jafar kepada wartawan di rumah saudaranya di Dusun 7 Simpang Balai Gajah, dirinya sangat sedih dengan keadaannya sekarang yang hidup menumpang. "Saya gak tau mau mengadu kemana bg. Bukan saya tak bersyukur mendapatkan bantuan bedah rumah ini, tapi bisa abang lihat sendiri keadaan rumah ini yang belum kunjung selesai. Sejak tanggal 5 Mei kemarin dibongkar habis, hingga sekarang tak siap-siap dan abang dapat lihat sendiri, bangunan rumah saya ini yang berbahan kayu kelapa yang masih muda. Sampai manalah ketahanannya? Masih kuatan bahan kayu lama punya saya. Itupun saya bersyukur, tapi maunya cepatlah terselesaikan rumah ini agar kami tidak lagi hidup dengan menumpang-numpang bang,” ujar Fajar.

Mail selaku Kepala Desa Air hitam tidak dapat ditemui di ruang kerjanya. Namun tim hanya dapat menemui Sekdes Air Hitam untuk dimintai keterangan mengenai bedah rumah itu. “Bedah rumah yang didapat desa air hitam sebanyak 5 unit. Masing-masing mendapatkan Rp.15.000.000 untuk pembangunan nya dan ada yang belum selesai dibangun, seperti di dusun 7 simpang balai gajah, yang terhambat karena tukang bangunan belum ada, serta bilik bambu untuk rumah tersebut belum siap ditempahkan,” kataya.
Namun saat ditanyai mengenai jumlah dana yang didapat menurut kriteria yang sudah ditetapkan yakni untuk peningkatan kualitas (PK) maksimum Rp.15.000.000 serta pembangunan baru (PB) sebesar Rp.30.000.000, Gito membantah dengan anggaran yang seharusnya didapat untuk pembangunan baru sebesar Rp. 30.000.000 tersebut.(ta-1)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini